Awal membaca buku ini, yang terpikir olehku adalah Raras sebagai tokoh utama. Entah, aku suka nama Raras. Dan pada suatu saat berharap menyematkan nama itu sebagai salah satu nama tokohku. Tapi ternyata bukan. Peristiwanya maju bertahun kemudian. Yang tampil adalah anak Raras, Suma, yang memiliki ketajaman penciuman yang tak biasa. Kemampuan yang menjadi muasal segala obsesi Raras. Bersama Jati, sosok yang dikenal dengan julukan si hidung tikus, Suma bertualang mencari jawaban atas satu kisah yang didengarnya sedari kecil, yaitu Puspa Karsa. Aroma Karsa, menjadi buku ketiga Dee Lestari yang kubaca. Baru sadar, ternyata kok nggak banyak, ya? Padahal Dee sudah menelurkan belasan karya.
Baca juga: Perjalanan Menuliskan Fragmen 9 Perempuan
Aroma Karsa kudapatkan dari seorang kawan medsos. Sebagai kado ulang tahun kesetengah abad. Senang sekali, karena sudah lama mengangankan bisa baca buku ini. Maka demikianlah, akhirnya terbaca. Awalnya merasa lambat alurnya. Entah karena hari itu terlalu lelah. Hanya sanggup membaca 20 halaman. Sisanya ternyata tak tertahankan, ngebut. Tuntas dalam dua hari kemudian.
Sinopsis
Cerita diawali dengan pertemuan Raras Prayagung dengan eyangnya, Eyang Janirah, yang sedang berada di ujung usia. Raras punya hubungan dekat dengan neneknya, mantan abdi dalam keraton yang berhasil menjadi bagian keluarga dan sukses sebagai pengusaha karena kecerdasan dan kegigihannya. Dalam pertumbuhannya sejak kecil hingga remaja di lingkungan istana keraton, ia menemukan rahasia tentang Puspa Karsa. Sebuah rahasia yang menjadi awal kesuksesannya. Rahasia yang masih menyimpan rahasianya yang lain. Itulah salah satu cerita yang kerap dituturkan oleh Eyang Janirah kepada Raras. Cerita paling menarik dan menyita perhatiannya dibandingkan cerita lain yang dibagikan sang eyang.
Akhirnya harinya tiba. Eyang Janirah berpulang. Raras segera mengambil alih semuanya. Tanggung jawab dan rencana dari mimpi-mimpi Eyang Janirah yang belum terwujud.
Baca juga: Mengenal Vincent van Gogh melalui Novel Lust for Life
Upaya perburuan Raras menemukan titik terang saat muncul satu sosok pencuri. Adalah Jati Wesi yang salah satu pekerjaannya meracik parfum di sebuah toko parfum kecil, Attarwalla. Rupanya ia meracik aroma yang adalah milik perusahaan Raras. Sebuah kesialan. Dari sekian ujicoba Jati, kenapa justru racikan itu yang terlacak.
Mendapati potensi Jati, Raras meminta pemuda itu bekerja padanya. Bukan pekerjaan biasa, bahkan ia meminta Jati untuk tinggal di rumahnya. Usut punya usut, Raras punya rencana terhadap Jati berkaitan dengan perburuan Puspa Karsa. Konflik pun muncul. Tanaya Suma, anak semata wayang Raras tak bisa terima. Selama ini Suma berpikir bahwa dialah yang punya hak melakukan perburuan terhadap bunga yang menjadi legenda sekaligus mitos tersebut.
Menyadari adanya konflik dan sikap permusuhan dari Suma, Raras bukannya surut, malah semakin mengistimewakan Jati. Di sisi lain, kemarahan Suma terhadap Jati yang makin meruncing melahirkan keingintahuan besar pada diri gadis itu yang kemudian dengan diam-diam menacri tahu latar belakang kehidupan Jati.
Dalam perjalanannya, banyak hal tak terduga terjadi. Satu per satu misteri dan rahasia terbongkar. Sekian peristiwa yang dialami Jati beserta kebetulan-kebetulan yang mengikutinya, menjadikan Jati lambat laun menyadari bahwa dirinya bukanlah sosok ia kira selama ini. Tidk ada yang kebetulan. Semuanya sudah dirancang, meski faktanya belum benderang. Hingga waktu melakukan ekspedisi Puspa Karsa tiba. Ekspedisi yang awalnya terasa mustahil akhirnya dapat terlaksana namun dengan sejumlah perubahan yang signifikan. Termasuk Suma yang akhirnya menemukan rahasia gelap Raras, ibu angkatnya itu.
Lebih lengkapnya, baca sendiri saja, ya. Tidak seru kalau dicertakan lebih detail. Yang pasti, novel ini berujung koma.
Baca juga: Book Sleeve, Pembaca Buku Wajib Punya
Aroma Karsa, Bukti Dee Lestari sebagai Periset yang Handal
Bisa dibilang aku bukan pembaca Dee, meski saat baca pertama karyanya aku mendaku diri punya kecenderungan menulis gaya dia. Tapi tak pernah mempelajari gaya penulisannya dengan serius. Itu pun sudah lupa detailnya karena sudah terlalu lama. tahun 2001 atau 2002, ya?
Membaca lagi karya Dee, buku yang diterbitkannya pada 2018 ini hal yang dengan jernih terbaca adalah kerja keras Dee dalam risetnya. Kubayangkan ia mengubek-ubek sejumlah hal sekaligus. Mulai dari metode pembuatan parfum hingga metode mencari jejak sejarah. Aku belum pernah baca tuturan Dee soal proses penulisan buku ini. Tapi aku yakin, cerita Bantar Gebang bukan semata ia peroleh dari referensi. Ia pasti pernah datang langsung ke lokasi dan mendapatkan suasana yang akan ia bangun dalam novel. Membayangkan tumpukan sampah menggunung di TPA yang pernah menewaskan banyak manusia itu sudah membuatku mual, apalagi mesti berada di lokasi. Kurasa itulah yang menjadikan tulisan di soal latar belakang Jati Wesi di Bantang Gebang terasa begitu nyata.
Riset Dee soal Gunung Lawu juga menarik. Ada hal-hal mistis yang juga dikembangkan Dee dalam ceritanya. Aku pernah menyimak cerita soal manusia immortal yang tinggal di Gunung Lawu. Bukan hal yang mudah untuk dibuktikan. Tapi ketika itu dituangkan dalam cerita fiksi, jadilah bebas dan sangat menggoda buatku.
Baca juga: Perempuan-Perempuan dalam Karya PAT
Penjabaran Dee untuk tiap tokohnya juga sangat matang. Masing-masing tokoh utama tertampilkan dengan baik. Penuturannya untuk masing-masing karakter membuatku terseret dan berasa langsung berhadapan dengan tokoh-tokoh lengap dengan keunikannya masing-masing.
Menuliskan ulang sedikit hal yang kutangkap saat membaca Aroma Karsa, menyadarkanku kalau Dee menulis dengan sangat keren. Dan hasilnya adalah buku yang keren. Kubayangkan jika novel Indonesia karya Dee ini dijadikan film, bakal keren. Tentu saja jika digarap oleh penulis skenario yang tepat, sutradara yang mumpuni, dan komponen pendukunga yang lainnya. Langsung terbayangkan bagaimana suasana mencekam di dalam hutan terlarang yang hanya diketahui oleh mereka yang diinginkan untuk datang.
Aroma Karsa akan jadi buku referensiku kalau suatu kali menulis kisah petualangan. Kapan? Nantiiiiiii... tunggu, ya hehe. Terima kasih banyak untuk Eka Situmorang yang telah menghadiahkan buku yang dilengkapi dengan tanda tangan Dee ini buatku. Aku masih akan membacanya beberapa kali lagi.
Judul: Aroma Karsa
Penulis: Dee Lestari
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Terbit: Maret 2018 (cetakan pertama)
Tebal: 696 halaman
Baca juga: FSP di Kajian Jumaahan dan Majelis Sastra Bandung