Akhirnya kuputuskan untuk pergi. Ikut perjalanan yang
dirancang oleh kawan-kawan Bandung Heritage. Berangkat Jumat, informasi baru
kuterima Kamis, sehari sebelumnya. Tanpa persiapan, baik terkait dengan rumah
plus anak-anak meong, maupun fisik. Sudah lama tak melakukan aktivitas ragawi
yang terbilang berat. Tapi perjalanan ke Baduy, siapa yang bisa menolak?
Terlebih aku benar-benar 'hanya ikut'...ngertilahyaaa, ibu meong kan lagi
krisis 😊
Ada yang belum tahu Bandung Heritage? Mari berkenalan dulu..
Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung atau Bandung Heritage adalah sebuah
lembaga swadaya masyarakat bersifat non-profit. Didirikan tahun 1987 oleh
beberapa orang dalam bidang tertentu dalam upaya melestarikan budaya Kota
Bandung khususnya bangunan-bangunan bersejarah. Kini anggotanya lebih dari 500
orang yang berasal dari berbagai latar belakang dan profesi, sebagai partisipan
dan simpatisan paguyuban. Beberapa kawan yang tergabung di Bandung Heritage
inilah yang mengajak kami, Jean dan aku bergabung.
Maka begitulah perjalanan itu dimulai. Jumat, setengah tujuh
pagi mobil beranjak dari Braga 41 membawa 9 manusia di dalamnya: Kang
Yuyus-sopir, Opa Felix, Kang Adi, Mas Adi, Kang Ivan, Kang Tata, Kang Ery, dan
aku-Radio Sonora Bandung, serta Jean Marlon-Radio Raka. Masih cukup pagi, jalan
belum terlalu ramai. Km 97 menjadi pemberhentian pertama menikmati sarapan.
Masih dalam upaya saling mengamati. Aku baru mengenal salah satu dari mereka,
Kang Adi, yang selama ini mengisi siaran 'Bandung Heritage' di Radio Raka.
Lalu kendaraan kembali melaju. Menjejaki jalanan beraspal
dan jalanan beton, mendaki-menurun-mengelok, bergantian. Tol Purbaleunyi
menjadi jalur yang cukup familiar. Tak urung aku tetap saja mengeja setiap
pepohonan yang terlihat sejauh mata di tepian jalan. Kebiasaan yang bisajadi
aneh buat orang lain 😀 Lalu bayangan anak-anak hadir bergantian. Apa mereka
baik-baik saja?
Sebuah pertanyaan ingin kutujukan padamu, kawan, terutama
para emak meong yang sehari-hari mengurus anak-anak kaki empatnya: adakah yang
ketika ingin bepergian langsung bisa pergi begitu saja? Aku agak yakin kalau
semuanya akan menjawab tak mudah. Mungkin ada asisten di rumah. Tapi tetap
saja, akan belibet dengan aneka pertimbangan. Setiap anak (kaki empat) memiliki
sifat khas masing-masing. Memiliki kenakalan masing-masing pula. Belum lagi
catatan kesehatan yang musti jadi perhatian, terlebih virus yang masih
bermunculan bahkan dalam bentuknya yang lebih ganas. Begitu pun pada
kepergianku kali ini. Sekitar 5 hari meninggalkan rumah, apalagi dengan
persiapan sekadarnya.
Sejak Onin diduga diserang FIP, aku menjejali anak-anak
dengan aneka vitamin. Berarti sudah lebih dari setengah tahun lalu. Itu pun
masih kecolongan panleu, yang menyerang Mimi dan Kuro. Pesan panjang sudah
kutulis untuk Teteh yang kutitipi anak-anak. Tentang apa yang harus dilakukan
di luar penyediaan makan-minum. Jova, anak tertuaku, relatif tak ada masalah.
Dia sehat, dia bisa makan apa saja. Tapi agak sulit memberinya vitamin, baik
dalam bentuk tablet maupun cairan. Tak jadi soal. Kurasa tanpa vitamin dia
masih bertahan. Begitu pun anak keduaku, Naga. Dia punya sesak nafas yang tak
kunjung sembuh. Makannya cukup sulit, suka-suka dia. Tapi tanpa vitamin juga
dia masih oke. Dia sehat. Dia masih aktif, lari, naik pohon.. Selain itu, agak
sulit membayangkan Teteh memaksa anak satu ini membuka mulutnya 😀 Mimi.. hmmm
ini anak paling gampang. Gampang makan-minum, gampang dicekokin. Aku tak
terlalu khawatir dengan gadis pengelanaku yang satu ini 😊 Bagaimana dengan
trio mio? Jangan harap! Bisa jadi Teteh tak akan ketemu mereka pada jam
tugasnya. Shachou Menik dan Kuro akan ngabolang suka-suka mereka. Jadi
pesannya: 'kalau berjumpa, kasih vitamin. kalau engga yaaa...gimana lagi'.
Batik? Dia kupenjara. Selain ada kemungkinan mendatangkan 'masalah-you know
what', dia takut dengan hadirnya orang lain, bahkan Teteh yang sudah lama
dikenal. Sangat mungkin juga dia sulit dikasih vitamin. It's ok.. dia punya
cadangan lemak yang banyak 😂 Selebihnya: Temong, duo koneng cilik - Wawa n Amo
plus bayi masih cukup gampang untuk dipaksa. Begitulah, detil itu tercatat
dalam tulisan. Karena aku tak keburu bertemu Teteh. Hanya berharap semuanya
lancar.
Kendaraan melaju tak terlalu kencang. Hari Jumat, saat orang
mulai membayangkan akhir pekan. Tak terlalu serius mengejar pekerjaan. Mungkin
begitu.. Suara obrolan sudah lama terhenti. Lelap dalam mimpinya masing-masing.
Mimpi yang barangkali belum tertuntaskan karena pagi tadi musti bergegas pergi.
Pada tepi jalan, pepohonan sudah makin jarang. Memasuki kawasan-kawasan
industri. Aku teringat rumahku. Rumah kecil yang nyaris tak mengalami perubahan
dari hampir sebelas tahun lalu kuhuni. Rumah sederhana dengan kerusakan
sana-sini. Tapi ada pohon-pohon yang akan selalu membuatku betah. Bisbul,
cengkeh, mangga, jambu, dewandaru, dan aneka tanaman bunga. Sudah lama aku tak
menanam sayuran. Terakhir kutanam sawi yg tumbuh dengan subur. Tak lama, karena
segera menjadi ladang mereka bermain. Hahaha! Ya, mereka.. mereka, anak-anak
meongku. Tentu saja karena keberadaan mereka pulalah yang selalu membuatku
rindu rumah. Bahkan ketika baru mengawali perjalanan ini.
Mobil meluncur di tol yang tak kukenal. Rupanya jalur tol
alternatif menuju Tangerang. Lalu aku terlelap hingga tiba di gerbang tol
bertuliskan: Cikupa. Artinya sudah berada di Provinsi Banten. Di sinilah
perjalanan ini dimulai.
No comments