Sebelum Iblis Menjemput (SIM) menjadi film horor pilihan untuk kutonton, setelah lebih dari 20 tahun ini hanya serial Friday The 13th yang membuatku antusias nonton cerita horor. Bayangkan, kami
di kampung tak punya pesawat televisi. Tapi demi nonton itu film, rela malam-malam
thunak-thunuk jalan melewati area kebun singkong, untuk nonton di rumah
tetangga. Sekeluarga, bapak-ibu, kakak dan dua adik. Masa itu sangat sedikit
pilihan hiburan, dan mungkin memang film tersebut menarik ya.. Kurasa itu film
horor yang aku sengaja tonton karena tertarik. Setelahnya, horor adalah genre
yang kuhindari. Alasannya: hidupku sudah horor, ga mau ditakut-takuti lagi dah 😂
Pada film terdahulu, adegan dimulai dari peristiwa kematian ayah Alfie (Ray Sahetapy), yang tak wajar. Sebelumnya, ibu Alfie diketahui juga meninggal secara misterius. Sang ayah kemudan menikah lagi dengan Laksmi (Karina Suwandi), perempuan dengan dua anak dari pernikahannya terdahulu. Dari pernikahan tersebut, Alfie punya adik tiri, Nara (Hadijah Shahab). Peristiwa kematian yang tak wajar membuat Alfie penasaran dan mendatangi villa yang biasa dikunjungi ayahnya. Secara kebetulan Laksmi dan anak-anaknya juga datang ke villa tersebut. Dari situlah teror mulai menyerang mereka. Tak lain karena adanya kesepakatan sang ayah dengan iblis, dengan mengorbankan keluarganya. Keluarga itu pun habis, kecuali Alfie dan sang bungsu, Nara.
Film ini mendapatkan sejumlah penghargaan dalam ajang Festival Film Indonesia tahun 2018, yakni Pengarah Sinematografi Terbaik (Batara Goempar), Penyunting Gambar Terbaik (Teguh Raharjo), Penata Rias Terbaik (Novie Ariyanti), dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (Karina Suwandi). Selama masa tayang, SM 1 mendapat 1.122.187 penonton, yang menempatkannya di urutan ke-13 film terlaris tahun 2018.
Cukup, itu saja ya.. Lanjut ke SIM 2..
Film diawali dengan adegan sesosok perempuan yang ‘seolah’ diteror makhluk dunia gaib. Adegan-adegan yang mau tak mau membuatku bertanya-tanya, mereka ini siapa? Apa hubungannya dengan kisah terdahulu? Pertanyaan itu akhirnya terjawab beberapa belas menit kemudian. Mereka adalah anak-anak alumni sebuah panti asuhan. Lalu beranak pertanyaan baru: mengapa Alfie mau saja memberikan bantuan? Jelas, dia tidak sakti (yang kemudian di film yang baru ini Alfie ditunjukkan punya kemampuan baru). Dia bahkan sangat ketakutan. Peristiwa sebelumnya juga menyisakan trauma. Pada kurun waktu dua tahun pasca peristiwa, dia terus dihantui pendengaran dan penglihatan terhadap makhluk astral. Apa iya lantas semudah itu menyanggupi permintaan orang-orang yang baru dikenalnya itu untuk terlibat? Tapi semua pertanyaan itu akhirnya terkesampingkan. Setelah pengantar yang kurang detil dan menyisakan pertanyaan, bagian berikutnya adegan demi adegan berjalan dengan cepat. Teror demi teror mengoyak emosi penonton.
Adalah Budi (Baskara Mahendra), Gadis (Widika Sidmore), Jenar (Shareefa Daanish), Martha (Karina Salim), Leo (Arya Vasco), dan Kristi (Lutesha), anak-anak panti asuhan yang beranjak dewasa. Mereka inilah yang meminta bantuan Alfie. Mereka merasa diteror sosok misterius pengurus panti yang sudah meninggal, Pak Ayub. Ada sebuah kitab yang menjadi panduan mereka dalam mengenali teror yang menimpa mereka ini.
Sang sutradara yang sekaligus penulis naskah, Timo Tjahjanto memang menampilkan cerita yang lebih luas dibanding film ayat pertama. Kali ini ia melahirkan sosok iblis Molokh, yang telah populer dalam berbagai mitologi dan budaya, seperti Ibrani, Romawi, dan Yunani. Molokh digambarkan sebagai iblis bertanduk, yang menuntut pengorbanan anak dari para pengikutnya. Pada kitab yang dijadian acuan anak-anak panti tersebut juga menunjukkan huruf-huruf Semit yang pastinya membutuhkan riset. Pelibatan simbol-simbol baru ini menjadikan SIM 2 terasa lebih unik dibandingkan film yang pertama. Selebihnya, yang berharap nonton film horor dengan ketegangan, terpenuhi lewat film ini.
Peringatan bagi yang tak suka nonton adegan kekerasan dan berdarah, sebaiknya memang tak menjadikan film ini pilihan. Seperti halnya SIM 1, di film keduanya Timo masih menyajikan banya adegan kekerasan. Dari awal saja kita sudah disuguhi korban yang terpaku di langit-langit kamar dengan penuh darah dan mata bolong. Ketegangan makin menjadi saat mereka sudah berada di area bangunan panti asuhan. Kejaran gergaji yang sangat menegangkan. Pun penggunaan efek untuk ulah makhluk tak kasat mata yang keren. Hantu yang tak hanya tertawa mengikik, terbang atau ngesot, atau lompat-lompat bak kelinci, melainkan hantu yang juga bisa salto, kayang, dan menggerakkan benda-benda tajam. Tapi jangan khawatir, kita masih dibuat tertawa oleh beberapa adegan 😊
Terkait dengan pemeran, buatku akting Chelsea lebih bagus di SIM 1. Dari awal hingga pertengahan film, Chelsea terasa kurang klik. Terlebih dengan alur cerita yang bikin penonton menerka-nerka. Dari bagian tengah ke belakang baru terasa lebih asik. Para pemain lain memerankan tugasnya dengan baik pula. Sebagian besarnya tak cukup kukenal. Hanya tahu Shareefa Daanish dan Baskara Mahendra. Tapi terasa lebih pas dibandingkan dengan SIM 1, yang -misalnya- hanya menjadikan Pevita Pearce sebagai tempelan.
Jadi, bagus filmnya? Menurutku, bagus. Recomended, bagi penyuka film horor dan gore. Jangan minta skala, karena tak punya cukup referensi film horor lain. Cuma satu yang mengganggu adalah penggunaan kata 'kita' dalam dialog. Sebagai orang yang tertib membedakan kata 'kita' dan 'kami', di kuping jadi terasa mengganggu. Sangat mengganggu. Untung dialog itu hanya muncul di awal film. Selebihnya tinggal panen ketegangan. Selamat menonton.
Film diawali dengan adegan sesosok perempuan yang ‘seolah’ diteror makhluk dunia gaib. Adegan-adegan yang mau tak mau membuatku bertanya-tanya, mereka ini siapa? Apa hubungannya dengan kisah terdahulu? Pertanyaan itu akhirnya terjawab beberapa belas menit kemudian. Mereka adalah anak-anak alumni sebuah panti asuhan. Lalu beranak pertanyaan baru: mengapa Alfie mau saja memberikan bantuan? Jelas, dia tidak sakti (yang kemudian di film yang baru ini Alfie ditunjukkan punya kemampuan baru). Dia bahkan sangat ketakutan. Peristiwa sebelumnya juga menyisakan trauma. Pada kurun waktu dua tahun pasca peristiwa, dia terus dihantui pendengaran dan penglihatan terhadap makhluk astral. Apa iya lantas semudah itu menyanggupi permintaan orang-orang yang baru dikenalnya itu untuk terlibat? Tapi semua pertanyaan itu akhirnya terkesampingkan. Setelah pengantar yang kurang detil dan menyisakan pertanyaan, bagian berikutnya adegan demi adegan berjalan dengan cepat. Teror demi teror mengoyak emosi penonton.
Adalah Budi (Baskara Mahendra), Gadis (Widika Sidmore), Jenar (Shareefa Daanish), Martha (Karina Salim), Leo (Arya Vasco), dan Kristi (Lutesha), anak-anak panti asuhan yang beranjak dewasa. Mereka inilah yang meminta bantuan Alfie. Mereka merasa diteror sosok misterius pengurus panti yang sudah meninggal, Pak Ayub. Ada sebuah kitab yang menjadi panduan mereka dalam mengenali teror yang menimpa mereka ini.
Sang sutradara yang sekaligus penulis naskah, Timo Tjahjanto memang menampilkan cerita yang lebih luas dibanding film ayat pertama. Kali ini ia melahirkan sosok iblis Molokh, yang telah populer dalam berbagai mitologi dan budaya, seperti Ibrani, Romawi, dan Yunani. Molokh digambarkan sebagai iblis bertanduk, yang menuntut pengorbanan anak dari para pengikutnya. Pada kitab yang dijadian acuan anak-anak panti tersebut juga menunjukkan huruf-huruf Semit yang pastinya membutuhkan riset. Pelibatan simbol-simbol baru ini menjadikan SIM 2 terasa lebih unik dibandingkan film yang pertama. Selebihnya, yang berharap nonton film horor dengan ketegangan, terpenuhi lewat film ini.
Peringatan bagi yang tak suka nonton adegan kekerasan dan berdarah, sebaiknya memang tak menjadikan film ini pilihan. Seperti halnya SIM 1, di film keduanya Timo masih menyajikan banya adegan kekerasan. Dari awal saja kita sudah disuguhi korban yang terpaku di langit-langit kamar dengan penuh darah dan mata bolong. Ketegangan makin menjadi saat mereka sudah berada di area bangunan panti asuhan. Kejaran gergaji yang sangat menegangkan. Pun penggunaan efek untuk ulah makhluk tak kasat mata yang keren. Hantu yang tak hanya tertawa mengikik, terbang atau ngesot, atau lompat-lompat bak kelinci, melainkan hantu yang juga bisa salto, kayang, dan menggerakkan benda-benda tajam. Tapi jangan khawatir, kita masih dibuat tertawa oleh beberapa adegan 😊
Terkait dengan pemeran, buatku akting Chelsea lebih bagus di SIM 1. Dari awal hingga pertengahan film, Chelsea terasa kurang klik. Terlebih dengan alur cerita yang bikin penonton menerka-nerka. Dari bagian tengah ke belakang baru terasa lebih asik. Para pemain lain memerankan tugasnya dengan baik pula. Sebagian besarnya tak cukup kukenal. Hanya tahu Shareefa Daanish dan Baskara Mahendra. Tapi terasa lebih pas dibandingkan dengan SIM 1, yang -misalnya- hanya menjadikan Pevita Pearce sebagai tempelan.
Jadi, bagus filmnya? Menurutku, bagus. Recomended, bagi penyuka film horor dan gore. Jangan minta skala, karena tak punya cukup referensi film horor lain. Cuma satu yang mengganggu adalah penggunaan kata 'kita' dalam dialog. Sebagai orang yang tertib membedakan kata 'kita' dan 'kami', di kuping jadi terasa mengganggu. Sangat mengganggu. Untung dialog itu hanya muncul di awal film. Selebihnya tinggal panen ketegangan. Selamat menonton.
Baguus! sepakat!!
ReplyDeleteYang sekuelnya lebih banyak riset kayaknya, banyak hal baru berhubungan ama simbol simbol satanic ðŸ¤
Asli menegangkan, sampe lupa cemilan gak dimakan 🤣
Saya belum nonton malah dari SIM 1, eh sudah ada SIM 2. Sebenarnya kalau nonton film horror itu saya selalu berpikir. Cara imajinasi ceritanya apakah berdasarkan kisah nyata atau hanya legenda atau mitos yg beredar.
ReplyDeleteAku setuju menggunakan sareefa Danish di film ini Mba Dhenok. Rasanya dia ICONIC banget sama film horor. Aktingnya juga bagus.
ReplyDeleteAku kalo nonton film hantu, semakin tegang, semakin cepat habis makanan, Karena makanan itu jadi masuk mulut tak terkendali . Hahaha
Saya ampun de nonton horor.
ReplyDeleteSuka kebayang bayang, berhari hari lagi.
Saya lebih suka baca sinopsisnya ajah😊
Pemeran nya Chelsea Islan,salah satu aktris favoritku yang lebih mengutamakan prestasi dari pada sensasi.
ReplyDeleteNgomongin film horor, ini sih film kesukaan adik perempuanku.
Biasanya ia minta aku menemani ia nonton sampe habis.
Mbak Dhenok,, saya genrenya rom-com aka romantic comedy jd gak nyambung sm film kaya SIM 1 dan SIM 2 ini hehe... Anyway tfs yaa nambahin wawasan sy ttg mereview film horor hehe
ReplyDeleteAku termasuk cemen urusan nonton film horor. Di rumah, kalau banyak orang, mau deh nonton. Tapi biasanya aku bawa bantal besar buat senjata, wkwkwk ...
ReplyDeleteSelama membaca ulasan ini pun jariku secepatnya scroll down, jangan sampai lihat gambar. Cukup tulisannya, thok. Lha, baca tulisannya aja udah merinding.
What to say, nih? Jalan ceritanya seru, bikin penasaran. Tapi buat menonton di bioskop, keberanian belum ngumpul. Nanti sajalah saat tayang di IFlix, misale. Bisa geret kakak-kakakku, hihihi ...
wah seru nih kayanya film horor ini.... Waji nonton bareng gebetan. wkwkwkw
ReplyDeleteWah, kalau yang horror-horror angkat tangan saya. Bakalan ga bisa tidur berhari-hari kebayang terus pasti. Aku rekomendasiin ke teman saja. Temanku malah me timenya nonton film horror...
ReplyDeleteMembaca ulasan ini sudah cukup membuatku bahagia. Gak perlu nonton maksudnya wkwkkw aku cemen banget cuy klo film horor. Bisa2 parno sampe seminggu, ah pokoknya hidupku gak nyaman lagi 🤪🤪
ReplyDeleteUntung saya suka nonton film horor mbak, jadi ga seberapa kaget saat lihat fotonya. hihihi. padahal sendirian tengah malam, sambil cuci baju di belakang rumah.
ReplyDeleteMantap dah sensasinya. Jadi ngarep suami segera pulang. Hihihii
Ok, ntar saya tonton filmnya. Menarik kisahnya.
Penasaran sama filmnya euy tapi aku sendiri penakut huhu ga berani nonyon fil horor.
ReplyDeletesetelah lihat film nya.. ya oke lah utk rating nya 7 deh dari 10 hehe
ReplyDelete