Sebagai makhluk sosial yang
berinteraksi dengan manusia lain, tentu saja kita tak lepas dari penilaian
orang. Penilaian yang datang dapat bernuansa positif maupun negatif. Cara penyampaiannya
pun beraneka.
Penilaian positif dapat disampaikan
dengan cara ‘negatif’ dan sebaliknya. Negatif dalam tanda petik mewakili
ungkapan-ungkapan yang berupa olok-olok atau dengan cara kasar. Jika disampaikan
oleh orang yang memang saling mengenal, tak jadi soal. Tapi tidak sebaliknya. Alih-alih
ingin memberikan nilai positif, karena disampaikan dengan cara tak tepat
akhirnya malah memunculkan masalah baru. Demikian pula dengan penilaian
negatif, ada yang disampaikan togmol kalau dalam istilah Sunda, atau
secara lugas, ada pula yang dibungkus kalimat-kalimat manis. Untuk kalimat
positif, relatif tak ada masalah. Yang sering memberikan efek tak baik adalah kritik
dan penilaian negatif. Nah, bagaimana kita menyikapinya? Abaikan? Jangan! Setidaknya
lewati dulu beberapa tahapan sampai kemudian memutuskan untuk mengabaikan.
Berikut ini tahapan yang perlu kita
lakukan untuk menyikapi kritik dan penilaian negatif. Tentu saja versi saya,
dari pengalaman dan pengetahuan sekian tahun hidup sebagai makhluk sosial.
Tidak defensif
Hal yang alami dilakukan orang saat dikritik
atau dikasih penilaian negatif adalah munculnya perasaan diserang. Lebih buruk
lagi, perasaan terhina dan dilecehkan. Maka
yang dilakukan adalah membuat pembelaan diri. Contoh-contohnya dapat dengan mudah
kita temukan di media sosial. Medsos menjadi salah satu saluran katarsis bagi
mereka yang membutuhkan pembelaan diri.
Apakah sebetulnya sikap defensif itu
dibutuhkan? Jawabnya adalah tidak. Defensif adalah sikap emosional yang bakal
melelahkan jika diikuti. Ambil nafas panjang, berdiam barang tiga menit untuk menetralisir
beban batin. Lalu lakukan introspeksi.
Introspeksi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan,
introspeksi adalah peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap,
kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri. Apakah kritik dan ungkapan
negatif tersebut hanya untuk menjatuhkan, apakah memang betul kita melakukan
hal yang tak tepat, ataukah karena cara pandang yang berbeda.
Pada poin yang terakhir orang yang
memberikan kritik atau penilaian negatif karena memang demikianlah cara
pandangnya. Konon, orang cenderung ingin melihat apa yang ingin ia lihat dari
orang lain. Mereka tak bisa atau tak mau melihat kita dari berbagai aspek dan
kemungkinan. Tentu saja kita tak bisa memaksa mereka mengubah cara pandangnya. Lalu
dengan cara apa melakukan introspeksi?
Cek kembali hal-hal yang menjadi prinsip
kita
Kembali ke dalam diri. Lepaskan segala
ego dan upaya pembelaan diri. Jika mendapati ada hal-hal yang tak tepat yang
kita lakukan, koreksi. Perbaiki. Barangkali ini tak selalu mudah. Terutama untuk
hal-hal yang sudah jadi kebiasaan bertahun-tahun. Tapi dapat dicoba
pelan-pelan.
Jika saat ‘kembali ke dalam diri’ tak
kita temukan kesalahan, kita sudah menjalankan prinsip utama, misal ‘berlaku
manusiawi’, ya sudah, saatnya mengabaikan. Lepaskan. Jangan pernah biarkan hal-hal
tak menyenangkan menjadi kerak di batin kita.
Bersikap positif
Orang bijak mengatakan’segala sesuatu
pasti ada hikmahnya’. Terdengar klise, tapi itu benar adanya.
- · Saat mendapatkan apresiasi positif, kita akan berusaha untuk meningkatkan sikap positif kita.
- · Saat menerima kritik dan penilaian negatif, kita akan introspeksi. Jika nyata salah, kita dapat melakukan perbaikan. Jika tak ada hal salah yang kita lakukan, kita akan mengambil sikap untuk tak melakukan hal serupa pada orang lain. Hal yang membuat kita lebih bijak.
Upaya ini kita lakukan untuk
mendapatkan hasil utama yaitu nilai kebaikan. Bukan untuk meninggikan diri sendiri, dan
sebaliknya, merendahkan orang lain. Melainkan nilai kebaikan. Semata nilai kebaikan
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
*Catatan ini dibuat
setelah berbulan-bulan hibernasi alias mengikuti dorongan malas dan mengabaikan
blog. Mari kita menulis lagi 😀 Catatan ini juga sekaligus mengakhiri peran utama
Si Shiroy, laptop Asus mungil saya yang memang sudah bolak-balik ngadat. Semoga di
perangkat penggantinya mendatang, si sayanya akan lebih rajin 😍
Emang stay positif harus didahulukan. Berpikiran positif di setiap keadaan. Biar diri ini gak ikutan kena imbas atau pengaruh negatif.
ReplyDeleteSetuju ama poin di atas, daripada menjadi defensif lebih baik terbuka dan menerima masukan serta nyinyiran atau hal negatif itu. Dilanjutkan menjadi intropeksi dan berbuah perbaikan kedepannya
Ditunggu tulisan menggugah lainnnya kak 😁😉👍
Meskipun kritik adakalanya disampaikan dengan cara nggak menyenangkan, bagi saya tetap saja ini adalah bukti bahwa ada orang yang peduli pada tindakan kita sehari-hari. Bayangkan coba, kalau hidup terus-menerus dalam pujian. Yang ada bergerak statis atau malah mundur karena terlena.
ReplyDeleteJadi, meski kadang kesel kalau menerima kritik, buat saya ini pemacu semangat sih buat terus melakukan yang terbaik.
Mantab betul tips nya mbak..kita memang harus bnyk mendengar dibanding bicara (membela diri) begitulah Tuhan menciptakan 2 telinga dan satu mulut hehe
ReplyDeleteYeaay, Mbak Dhenok bakal ngeblog lagi...semnagat nulis ya Mbak
ReplyDeleteMemang adakalanya kita mesti jeda..Rehat sejenak dan menepi. Setelahnya instropeksi diri lalu semangat lagi!
Saya suka penutupnya: "Bukan untuk meninggikan diri sendiri, dan sebaliknya, merendahkan orang lain. Melainkan nilai kebaikan. Semata nilai kebaikan"
mau ngikutun mbak dian yg super produktif 😊
Delete