Bulan lalu terima job membuat konten untuk web perusahaan penyedia material bangunan. Judulnya beragam. Termasuk soal perencanaan pemilikan rumah baru. Lantas terpikir untuk share di sini, sekaligus berbagi pengalaman saat memutuskan untuk memiliki rumah sendiri. Banyak hal pastinya yang berubah dari saat saya ambil rumah tahun 2003, dibandingkan tahun-tahun sekarang. Tapi saya yakin, hal-hal yang mendasar masih sama lebih-kurangnya.
Mengapa perlu punya tempat tinggal sendiri?
Tiap orang punya alasan yang berbeda saat menimbang untuk memiliki tempat tinggal sendiri. Dalam bentuk rumah, ruko, apartemen, atau bentuk lainnya. Bagi yang berkeluarga, agar lebih mandiri, terpisah dari keluarga. Ada yang hanya menjadikannya investasi. Yang baru merintis usaha, mungkin ingin sekalian memiliki lapak yang menyatu dengan rumah. Saya sendiri, karena berpikir ke depan, tak ingin menggantungkan diri pada orang lain.
Memang, banyak pengalaman yang menunjukkan, meski tinggal menyatu dengan orang tua atau keluarga besar, suasana kondusif, aman, damai, sentosa, sejahtera 😄Bahkan dianggap menguntungkan karena bisa berbagi pengasuhan anak dengan orang tua. Namun banyak pula yang lebih memilih hidup mandiri, telepas dari keluarga besar. Bukan semata fasilitas, namun juga ingin membangun nilai-nilai keluarga sendiri.
Bicara tentang investasi, rumah masih menjadi salah satu investasi yang baik. Nilainya terus berkembang dari tahun ke tahun, kecuali barangkali ada kasus tertentu yang menjadikan harga tanah dan rumah di sebuah kawasan, anjlok.
Buat saya sendiri, alasan mendasarnya memang tak ingin merepotkan orang lain. Saat itu ada rekan kerja yang sudah berumur, tiap kali harus bersibuk-sibuk menyiapkan uang kontrak rumah secara berkala. Tak jarang memunculkan kondisi tak nyaman di kantor. Membayangkan jika nanti menua, sendiri, dan harus sibuk dengan urusan rumah, kok seram ya? Tapi yang lebih sederhananya sih alasannya karena saya tinggal sendirian, di kota yang jauh dari keluarga, daripada membayar uang kost, mengapa tidak digunakan sebagai uang cicilan rumah saja? Saat muncul pemikiran itu, kebetulan ada tim marketing perumahan baru beriklan di koran yang kantor kami berlangganan.
Ambil rumah jadi dari developer atau membangun rumah sendiri (custome home)?
Menjawab pertanyaan di atas juga kembali pada kita masing-masing. Apakah kita punya anggaran yang cukup, apakah waktu kita leluasa, apakah kita sanggup bekerjasama dengan semua orang yang terlibat, apakah kita mau ribet dengan aneka urusan administrasi? Mari cek satu-satu dan sandingkan dengan sedikit pengalaman saya.
1. Anggaran
Dari sisi anggaran, dengan kondisi rumah yang sama, sesungguhnya membangun custom home terhitung lebih ekonomis dibandingkan dengan membeli langsung dari developer. Namun dibutuhkan perencanaan yang teliti sekaligus realistis, untuk mewujudkan custom home impian. Jika tidak, anggaran bisa membengkak dan terasa lebih mahal dari harga rumah jadi atau hasil yang tak memuaskan.
Pada pembangunan custom home kita bisa memilih material yang sesuai, baik dari sisi desain maupun harga. Dengan demikian anggaran dapat menyesuaikan. Begitu pun dengan desain bangunannya sendiri. Apakah akan dibuat permanen atau menjadi rumah tumbuh. Baik rumah jadi maupun custom home memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal pembiayaan.
Jika anggaran dan waktu tak memungkinkan, rumah siap huni dapat dijadikan pilihan. Sebagai catatan, kalau mengambil rumah jadi, patokan angka yang disampaikan marketing developer bisa jadi melenceng jauh dari kenyataan. Pengalaman saya, uang muka yang mereka sebutkan sejumlah A rupiah, ternyata setelah pengurusan segala macam, total mencapai hampir 4A. Jadi penting untuk menanyakan hal sedetail mungkin kepada pihak developer. Lebih baik dianggap konsumen bawel daripada di tengah jalan terkaget-kaget.
Bersiap pula dengan perkembangan lingkungan sekitar. Di Bandung dan mungkin di banyak kota lainnya di tanah air, saat ini banyak yang jadi langganan banjir.
2. Waktu
Membangun custom home memerlukan waktu 7 hingga 8 bulan. Sedangkan untuk beli rumah siap huni paling hanya butuh satu hingga dua bulan saja. Itu untuk proses pembangunannya. Sebelumnya, untuk menentukan lokasi pun membutuhkan waktu yang tak sebentar. Terlebih jika ada prasyarat tertentu seperti lokasi yang berdekatan dengan rumah saki, pasar, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Terbayang kan berapa lama untuk melakukan survei? Sedangkan pada perumahan yang digarap developer biasanya sudah di kawasan yang ‘jadi’, ke mana pun tujuannya dijanjikan terjangkau.
Ketika persiapan sudah selesai, menuju ke proses berikutnya yakni pembangunan, dibutuhkan waktu pula untuk menentukan dengan siapa saja kita akan bekerjasama. Saat menyerahkan pembangunan pada pihak ketiga, dibutuhkan waktu juga untuk melakukan koordinasi dan meninjau ke lokasi.
Yang terakhir ini terjadi saat saya melakukan renovasi. Diserahkan kepada pihak ketiga yang notabene adalah tetangga. Percaya saja karena saya tak punya waktu untuk menunggui dan memantau. Yang terjadi, saya merasa dikelabuhi habis-habisan. Tapi ya salah saya yang terlalu percaya. Percaya boleh, sembrono jangan. Tetap minta hitam putih. Ini soal waktu yang kemudian bisa merembet ke hal lainnya.
3. Sanggup bekerjasama dengan orang lain?
Saat membayangkan custom home perlu disiapkan mental kita untuk bekerjasama dengan pihak lain. Dimulai dari desainer, arsitek, dan berikutnya kontraktor. Masing-masing memiliki kekhasan ‘masalah’. Owner memang memegang kenali penuh atas semua proses pembangunan, namun tetap dibutuhkan komunikasi yang baik dengan semua tim yang terlibat.
Disarankan untuk membuat kesepakatan yang jelas dan detail tentang hak dan kewajiban kontraktor, beserta pasal-pasal tambahan semisal ada perubahan desain atau tenggat waktu pengerjaan. Bahkan hal-hal harian seperti jadwal kerja dan model penyampaian laporan, perlu dibuat kesepakatan. Untuk pemilihan kontraktor, cari yang biasa mendokumentasikan hasil kerja. Sehingga kita punya catatan jika suatu saat akan melakukan renovasi.
Oiya, saat berurusan dengan kontraktor, sekalian dapat ditanyakan soal Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Jika kontraktor sekaligus melakukan pengurusan IMB akan lebih menguntungkan. Kalau tidak, pastikan kita mau menyisihkan waktu dan aneka keribetan terkait urusan administratif satu ini.
Nah, dari catatan pendek di atas, kira-kira mana yang lebih pas dengan kondisi kita?
Saya sendiri memilih untuk mengambil rumah ke developer dengan sistem KPR. Pertama, karena memang tak ada dana yang longgar untuk membangun custom home. Selain itu tak terbayang melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang notabene masih jauh dari dunia pergaulan saya yang baru di lingkaran kawan kost dan kawan kerja. Kalau sekarang ditanya: seandainya punya rumah baru, ingin rumah jadi atau custom home? Pasti saya akan jawab: pilih custom home! Memang sekarang punya uang yang leluasa buat bangun rumah sendiri? Ya engga sih.. namanya juga berandai-andai kan? 😀
Tapi memang membayangkan memiliki rumah dengan desain yang diinginkan, pasti lebih menyenangkan. Cuma kalau mundur ke tujuh belas tahun lalu, dikasih opsi untuk menunggu hingga uang cukup untuk membangun custom home, sepertinya kok ga akan punya rumah sampai sekarang. Jadi, saat terbaik adalah saat ini, dan hal terbaik adalah apa yang kita miliki saat ini..😍
Selamat menyiapkan rumah mandiri ya.. Salam dari keluarga kucing Cikoneng.
Saya juga sedang termimpi-mimpi pengen punya rumah sendiri.
ReplyDeleteTapi beli dari developer memang luar biasa mahal.
Cuma bisa inhale exhale sekarang ini.
Rumahnya asri banget tuh Mba, apalagi ada yang ikutan mejeng di depan rumah hihihi.
ReplyDeleteAmbil rumah KPR memang membantu ya Mba, namun beberapa orang juga ada yang memilih membangun rumah secara bertahap.
Jadi ingat orang tua saya dulu bangun rumahnya juga bertahap, dari beli tanah, bangun pondasi, urug lantai, bangun dinding dan atap, bahkan masih separuh jadi udah ditinggali :)
Kebayangnya .. custom home memang lebih ribet tapi lebih puas ya .. pasti kalau jadi, setiap pulang ke rumah perasaan adem tenteram.
ReplyDeleteDulu saya berpikir lebih mudah dan gak ribet tentunya kalo langsung ambil lewat developer.
ReplyDeleteTapi kalo sekarang saya prefer untuk custom mba. Apalagi dengan anak banyak seperti saya. Agar ruangan yang ada bisa dimaksimalkan
Mb pliss jangan rubah tampak depannya rumah mb, aku suka banget deh konsep rumah kaya gitu asri banget dan ga terlihat individu dengan tembok tinggi. duh galau deh aku pengen buat tembok tinggi soalnya atas usulan mama, padahal aku sukanya yg terlihat spt rumah mb. Bagus nih buat dibaca-baca bagi yang lagi persiapan memiliki rumah atau menambah rumah hihi
ReplyDeleteKalau saya kemarin milih custom home kak, selain lebih murah dan menghindari hutang. Terlebih suami dapat uang perumahan dari kantor jadi ya aman saja. Tapi untuk kasus tertentu memang membeli rumah lewat developer lebih menguntungkan karena bisa langsung dipakai ya
ReplyDeleteKalau custom home alias bangun sendiri, pastikan kontraktor yang membangunnya amanah. Saya punya pengalaman pahit dengan kontraktor yang merenovasi rumah saya, semoga tidak dialami temen-temen semua.
ReplyDeleteWah manteb nih ulasannya untuk yang lagi bingung mau pilih rumah custom home atau dari developer. Blm punya rumah ribet ..sdh pnya rmh ribet bin repot juga mba wkwkw pengalaman sy begituu ..karena properti apapun yang kita punya mau rumah, kendaraan, baju , sepatu pasti perlu maintenis atau perawatan jadi pnya ga pnya sama ribetnya yang penting harus siap sedia tenaga dan waktu supaya properti yang sdh kita miliki terawat dngan baik
ReplyDeleteI feel you kak Dhenok..
ReplyDeleteSaya memang gak bikin custom .
Tapi depelover.
Rasanya?
Kecewa habis-habisan.
Mahal dan cepat rusak. Ada banyak peristiwa yang membuat saya kesal hingga ketakutan dengan kondisi rumah.
Kalo dulu saya selalu bahagia saat hujan turun, kalo sekarang saya deg-degan
iya mbaaa, aku juga udah set keinginan banget kan pengen punya rumah sendiri di kota rantau, secara puluhan tahun bapak mengais rejeki di jakarta tapi ngontrak, dan aku pun udh belasan tahun juga di jakarta, dan akhirnya mimpi itu bisa diwujudkan meskipun masih collab bareng kaka hahhaa. Alhamdulillah kan tapi udh merasa aman aja klo punya rumah sendiri di kota kita berkarir
ReplyDeleteaku punya motivasi punya rumah sendiri, yang ada halaman kecil gitu. ngga ada yang ngga mungkin sih selama kita berusaha dan berdoa heh
ReplyDeleteBiar kecil yang penting nyaman ya kak, Hihihi dibuat senyaman mungkin. Aku sih lebih beruntung karena tinggal di desa. Bisa memilih custom home. bukan karena uangnya banyak. Tapi, pas kita dirikan pondasi. Teman-teman pada berbondong-bondong bantu semen, ini dan itu. Jadi sistem gotong royong. saya buat pondasi waktu itu hanya 1 juta 500. kan jadi terharu.
ReplyDeletepengen banget punya rumah sendiri supaya bisa lebih bisa ngatur kehidupan keluarga sendiri.. semoga Allah segera memudahkan jalanku punya rumah pribadi yg sesuai harapanku.. Aamiin..
ReplyDeleteIni hampir sama dengan saya poin-poinnya. Saat suami dimutasi ke Jakarta pada 2006 kami nekat ambil KPR dan pilih nyicil rumah daripada sewa. Pemikirannya, besaran cicilan per bulan sama dengan harga sewa rumah. Di akhir periode KPR, rumah jadi milik sendiri, beda dengan sewa. Maka opsi KPR saat itu beneran kami syukuri hingga saat ini. Karena harga tanah dan rumah di Jakarta (beneran wilayah Jakarta) naiknya gilaaaa!
ReplyDeleteSaya orang yang suka terima jadi. Membuat rumah sendiri dengan peluang membuat desain sesuai kehendak hati bukan pilihan. Ribet, rawan bengkak. Meski bisa disiasati dengan belajar lebih banyak dan lebih keras.
ReplyDeleteJadi, jawabannya.... beli rumah yang sudah jadi saja. Rumah, bagaimanapun bentuknya, akan selalu berasa seperti sanctuary, selama keluarga ada di sana.
Hai ibu meong.. setuju banget ama closing statement nya Mba Dhenok... "saat terbaik adalah saat ini, dan hal terbaik adalah apa yang kita miliki saat ini" saya awalnya sudah punya rumah jadi Mbak tp krn bertambahnya jumlah anak rumahnya kok kekecilanm kamarnya kurang. Akhirnya membangun custom home, bersyukurnya suami berlatar pendidikan arsitektur n punya banyak kenalan kontraktor, lumayan menghemat jasa desainlah hehe
ReplyDeleteButuh orang yang di percaya dan memiliki plan yang matang untuk ada rumah sendiri dan harusnya senantiasa menabung sejak dini
ReplyDeleteBanyak hal yang harus dipersiapkan saat hendak memiliki rumah sendiri. Persiapan yang baik, tentunya akan memberikan hasil yang baik. Dengan begitu, penghuninya pun bakal betah tinggal di sana.
ReplyDeleteWah ini saya banget nih. Lagi terbayang-bayang mau punya rumah sendiri. Masih cari yang sesuai budget.
ReplyDeletePunya rumah sendiri masih jadi salah satu list yang nampaknya belum bisa terwujud dalam waktu dekat hiks, alhamdulillah mensyukuri keadaan saat ini yg masih harus ngontrak sana sini. semoga yang masih jd kontraktor, dimudahkan untk segera punya rumah sendiri
ReplyDeleteSaya termasuk yang belum punya rumah sendiri, mbak. Tapi saya dan suami nyicil sedikit-sedikit untuk membeli properti. Memang harga di kota udah ga karu-karuan. Semoga aja nanti bisa bekerja di manapun jadi ga masalah kalau punya rumah yang jauh dari kota hehehe
ReplyDeleteKupengen custom home, udah punya bayangan nanti rumahnya desainnya kek apa, tapi sayang kondisi keuangan belum memungkinkan. Untk saat ini bersyukur masih punya tempat berteduh dari panas dan hujan
ReplyDelete