Sabtu, 4 Desember, di tengah acara reriungan kawan-kawan sealmamater, ada kiriman video erupsi Semeru di WA. Alam kembali berbicara. Gambaran yang sontak mengingatkanku kepada peristiwa 31 tahun lalu. Letusan Gunung Kelud.
Baca juga: Lebaran dan Madumangsa
Saat itu, pagi jelang siang, Februari 1990. Langit gelap tak biasa. Gelap, meski tak tampak awan hitam. Satu-dua jam kemudian, mulai terasa keanehan. Butiran pasir tipis berjatuhan. Tak cukup paham dengan yang sedang terjadi. Hal yang kemudian tercatat sebagai pengalaman pertama terkena dampak letusan gunung berapi.Gunung Kelud terbilang jauh dari desa aku tinggal. Dia ada di perbatasan antara Kediri, Blitar, dan Malang. Persisnya, di timur Kota Kediri dan utara Kota Blitar. Kota kelahiranku sendiri, Trenggalek, berjarak sekitar 60 km dari Kediri. Itu sebagai gambaran.
Baca juga: Hari Buku dan Upaya Kembali Membaca
Dari kabar yang kami dengar, Kelud sudah bergejolak sejak beberapa hari sebelumnya. Dan baru betul-betul memuntahkan laharnya pada hari itu.
Tak sampai tuntas pelajaran terakhir, sekolah dibubarkan. Kami diminta langsung pulang. Aku bersyukur, kami saat itu sudah menempati rumah baru. Rumah milik sendiri yang lebih kokoh, permanen. Peristiwa itu terjadi baru beberapa bulan setelah kepindahan. Apa jadinya kalau masih menempati rumah lama, rumah bilik bambu kami, dengan abu vulkanik yang tak henti sepanjang hari itu.
Baca juga: Angka Unik Mengawali September 2021
Kelud baru tenang kembali dua-tiga hari kemudian. Pemulihannya sendiri membutuhkan waktu empat tahunan.
Kelak, Kelud kembali meletus. Bulan yang sama pada 2014. Letusan kali ini lebih dahsyat dibandingkan saat aku terdampak lebih dari 30 tahun lalu itu. Material vulkanik terlontar hingga menutupi hampir seluruh Pulau Jawa. Suara letusannya saja terdengar hingga Surabaya, Solo, Yogyakarta, bahkan Purbalingga di Jawa Tengah. Hujan abu tujuh bandara di Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap, dan Bandung. Kerusakan sinifikan terjadi di bidang manufaktur dan industri pertanian.
Ada hal menarik sekaligus tragis yang terjadi berbarengan dengan peristiwa letusan Gunung Kelud tahun itu: Myke Tyson yang kalah KO dari James Douglas dan meninggalnya dua warga desa kami.
Ya, hari itu berlangsung pertandingan yang ditunggu-tunggu. Mike Tyson, raksasa baru tinju dunia yang sudah mengantongi rekor 37 kali menang tanpa kekalahan pada usia 23 tahun. Saat itu, Tyson bertanding demi mempertahankan tiga gelar juar dunia yang disandangnya, yakni WBC (yang ke-10), WBA (yang ke-9), dan IBF (yang ke-7).
Baca juga: Nunuk Nuraini dan Kenangan Kepada Indomi
Meski abu vulkanik terus berjatuhan, warga tak kehilangan antusiasme nonton pertandingan. Bergerombol di beberapa rumah yang memiliki pesawat TV. Termasuk dua bapak, sebut saja M dan S. Di tengah keriuhan pertandingan, aliran listrik putus. Lampu, televisi, mati. Tak ingin ketinggalan pertandingan, keduanya memutuskan untuk melanjutkan tontonan di tempat lain. Bermotor menuju area kota. Dalam perjalanan inilah, nyawa mereka melayang. Terseok debu vulkanik yang tebal memenuhi jalanan.
Sementara itu pertandingan terus berlangsung. Pertandingan yang berakhir dengan kekalahan jago mereka. Pertandingan yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai pertandingan yang mengejutkan, saat si leher beton dibuat tumbang oleh petinju yang nyaris tak punya prestasi dengan etos profesi yang dipertanyakan.
RIP, Pak M, Pak S..
Ikut berduka untuk korban letusan Semeru. Semoga alam segera pulih.
#gunungsemerumeletus
#gunungkelud
No comments