Tahun 2022 hampir berakhir. Akan segera datang 2023, yang semakin mendekati tahun politik. Yup, 2024 kita menghadapi Pemilu. Seperti pengalaman yang sudah-sudah, "perang" di wilayah digital sudah akan marak tahun depan, dan makin mengental mendekati masa kampanye. Sebagian dari kita, aku yakin, sudah mulai membuat batasan-batasan, agar tak terjebak dalam konflik yang diramu oleh mereka yang berkepentingan dengan perolehan uang dalam momentum Pemilu. Tentu saja dibutuhkan pengetahuan yang memadai perihal apa yang hingar di ranah digital tersebut. Itulah pentingnya literasi digital.
Baca juga: Jangan Pelihara Kucing, Kerja Sama dengan Penerbit Epigraf
Literasi digital diterjemahkan sebagai pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, berupa alat komunikasi, jaringan internet, dan lain-lain. Seperti dikutip Kompas dari buku Peran Literasi Digital di Masa Pandemik (Devri Suherdi, 2021) kecakapan itu mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai kegunaannya.
Dalam prakteknya, penerapan literasi digital di antaranya:
- Mengerjakan tugas sekolah/kuliah melalui perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia (TIK)
- Melakukan pembelajaran atau pertemuan online
- Melakukan komunikasi menggunakan email, aplikasi, media sosial
- Menikmati musik, menyaksikan aneka tutorial, video lucu, dari tayangan streaming
- Melakukan penggalangan dana atau donasi melalui media internet
- Menggunakan web dan media sosial untuk sarana niaga
- Memanfaatkan grup di media sosial untuk berbagi informasi yang kredibel
Mengapa Literasi Digital Penting?
Indonesia, tingkat penetrasi TIK terbilang tinggi. Laporan dari perusahaan riset Data Reportal menunjukkan, kepemilikan HP atau yang ditandai dengan jumlah perangkat seluler yang terkoneksi di Indonesia mencapai 370 juta. Sedangkan menurut catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) jumlah pengguna internet di Indonesia pada kurun 2021-2022 mencapai 210 juta jiwa, dengan kecenderungan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dengan derasnya arus informasi yang tersaji di berbagai kanal, dapat dibayangkan informasi apa saja yang dapat diakses ratusan juta perangkat dan ratusan juta manusia tersebut. Sedangkan aneka bahaya siap mengancam. Komersialisasi data, sudah pasti. Belum lagi informasi-informasi tak bertanggung jawab, konten dewasa, hoax. Memang, internet seolah pisau bermata dua, di satu sisi dapat menjadi bencana jika tidak tepat dalam penggunakannya, di sisi lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal positif. Selain sebagai sumber informasi, juga ada begitu banyak peluang yang bisa dimanfaatkan terkait pemberdayaan masyarakat, seperti kampanye melek politik, pengembangan partisipasi sosial, pengembangan ekonomi, dsb.
Baca juga: Hari Buku Nasional dan Upaya Kembali Membaca
Literasi Digital dalam Keseharian
Ada empat prinsip dalam literasi digital, yakni pemahaman, ketergantungan, faktor sosial, hingga kurasi. Keempat faktor ini perlu diterapkan saat kita membaca berita di media.
Pemahaman dimaksudkan agar kita memahami terlebih dahulu informasi yang disampaikan sebuah media. Berikutnya mencari keterkaitannya, antara narasi dan informasi-informasi lainnya. Penyebaran informasi yang penting dan perlu sangat dibutuhkan dalam literasi digital. Karena itu dibutuhkan kurasi, agar semata berita yang valid saja yang disebarkan. Bukan hoaks atau berita bohong.
Buat sebagian kita yang sudah biasa memanfaatkan sarana digital, mungkin secara sederhana sudah melakukan penyaringan, apa saja yang perlu kita baca dan sebarluaskan. Tapi, jika pada jelang momentum nasional tahun depan, Pemilu, ingin terlibat aktif dalam literasi digital, barangkali bisa menyiapkan agendanya dari sekarang. Membuat daftar sumber-sumber informasi terpercaya, menyiapkan konten tertentu sesuai kapasitas dan kapabilitas, merencanakan cara menyebarluaskan informsinya. Atau membuat spesialisasi membuat konten-konten kontra hoaks yang pasti sangat dibutuhkan. Bukan hanya pembuat konten, atau wartawan, atau blogger seperti Mbak Alaika, blogger perempuan yang sering menjadi narasumber literasi digital, siapa pun bisa terlibat.
Baca juga: Gong Smash! dan Safari Literasi Duta Baca
So, sudah siap berjumpa dengan tahun politik yang riuh itu? Saatnya untuk lebih intens dalam menggeluti literasi digital.
No comments