Out - Bebas, buku lama yang mengisi rak di rumah. Lupa, bacanya tahun berapa. Kutuliskan ulang reviu yang pernah kubuat tak lama setelah membaca buku ini. Dulu tayang di blog yang menghilang itu 😁. Buku karya Natsuo Kirino ini menarik, di luar cerita tentang kekerasan yang dijabarkan dalam detail yang membuat mual.
Baca juga: Jangan Pelihara Kucing (Jika Tak Mampu Berkomitmen)
Sejak halaman pertama yang tertangkap adalah suasana muram. Buku ini mengisahkan tentang bagaimana orang bisa terjebak pada sebuah peristiwa tanpa mampu untuk kembali, bahkan berpaling sekalipun.
Sinopsis
Adalah empat perempuan yang bekerja shift malam di sebuah pabrik makanan kotak di pinggiran Tokyo. Mereka adalah Masako, Yayoi, Yoshie, dan Kuniko. Masing-masing perempuan ini memiliki masalah pelik dalam kehidupan pribadinya. Masako, hidup sendiri di tengah suami dan anak remajanya yang tak lagi akur. Yoshie, janda miskin, yang harus merawat ibu mertuanya yang mengalami sakit kronis dan anak-anak yang bikin ulah. Kuniko, perempuan yang demi gaya hidup mewahnya rela menumpuk hutang. Dan Yayoi, ibu tiga anak yang cantik namun mendapat perlakuan kasar dari sang suami. Persoalan pribadi yang bertumpuk bergandengan dengan jam malam yang melelahkan, membuat gambaran suasana pertemanan mereka pun diliputi kemurungan. Namun bukan hanya itu, ada kisah yang lebih mengerikan yang kemudian mereka hadapi.
Kisah ini bermula dari tindakan lepas kendali Yayoi. Istri yang baik dan setia ini akhirnya tidak sanggup menahan kekesalannya pada sang suami. Perlakuan buruk, tanpa nafkah, dan berselingkuh. Lengkap memang penderitaannya. Hingga suatu kali ketika lelaki itu datang dan memberitahu kalau ia telah menghabiskan tabungan mereka. Dengan kalap Yayoi menjerat leher sang suami dengan ikat pinggangnya. Dalam kebingungan Yayoi minta bantuan Masako-teman kerja yang dianggapnya dapat diandalkan- untuk menyingkirkan mayat Kenji, suaminya itu. Merasa tenaga perempuannya yang terbatas, Masako minta bantuan Yoshie dengan iming-iming akan ada bayaran untuk apa yang dilakukannya. Kuniko yang tanpa sengaja datang ke rumah Masako, akhirnya terlibat juga dalam upaya mengenyahkan mayat Kenji.
Ide awal melakukan mutilasi sebetulnya datang dari Yayoi. Namun akhirnya itulah yang kemudian disepakati dan dilakukan oleh Masako dibantu dua temannya. Tempatnya di kamar mandi Masako. Hasilnya, Kenji yang sudah dalam bentuk potongan-potongan kecil itu disebar ke penjuru kota. Namun karena keteledoran Kuniko, potongan tubuh ditemukan oleh polisi. Dan jadilah seluruh kota pun gempar. Berita menggemparkan itu pun segera menyebar ke seluruh kota. Interogasi pun dilakukan. Kecurigaan polisi jatuh kepada sang istri, Yayoi. Tapi kecurigaan juga tertuju kepada Satake, pemilik klub malam yang sebelumnya bermasalah dengan Kenji. Perburuan terus dilakukan. Para perempuan ini pun memainkan perannya masing-masing agar terbebas dari tuduhan. Perburuan lain juga dilakukan. Satake! Si pemilik klub yang akhirnya dijebloskan dalam penjara ini bertekad untuk menuntut balas atas apa yang tidak dilakukannya.
Baca juga: Memang, Selera Kopi Tak Dapat Diperdebatkan
Bukan Cerita Bahagia
Ada sedikit romansa yang dimunculkan di novel ini. Pertautan rasa antara Masako dan Satake yang cukup menarik. Tapi tetap, dengan penggambaran yang muram. Dan jangan berharap ada happy ending 😔
Romansa itu hanya selipan pemanis. Selebihnya, usaha untuk memburu dan usaha untuk menghidar tersebar di sepanjang cerita. Plot cerita berjalan agak lambat, karena banyak detail yang coba ditampilkan oleh sang penulis. Untuk yang kurang suka detail, mungkin akan banyak melewatkan banyak halaman. Tapi buatku yang paling mengganggu adalah penggambaran detail proses mutilasi. Terasa seperti tengah membaca buku manual melakukan mutilasi. Seram tapi sesekali terasa menggelikan. Beberapa titik yang menjadikannya lambat juga adalah penggambaran tentang suatu hal dari sudut pandang beberapa tokohnya. Membaca pengulangan cerita dengan sudut pandang yang berbeda.
Untungnya dengan detailnya penggambaran itu, karakter tokohnya terbangun dengan kuat. Rasanya aku bisa langsung melihat sosok Masako yang kurus, pucat, dan dingin. Atau mengasihani Yoshie yang tampak bungkuk karena usia dan kelelahan yang dideritanya. Merasa sebal membayangkan Kuniko yang bertubuh tebal, tolol, tapi sok. Juga bersimpati sekaligus menyayangkan sikap lemah tapi plin-plan-nya Yayoi. Rasanya juga ikut merasa depresi dan murung membaca penggambaran mereka.
Menurutku memang layak kalau Natsuo Kirino mendapat penghargaan untuk novelnya bertajuk "Out" ini. Penulis kelahiran 1951 dan tinggal di Jepang ini berhasil menyusun cerita yang rumit dengan cukup rapi. Antar bagian kisah terasa padu dan dipersiapkan dengan baik sehingga alurnya berjalan dengan nyaman untuk diikuti. Di Jepang, Natsuo telah diakui sebagai penulis kisah misteri dengan bakat yang langka. Karya-karyanya dianggap berbeda dari genre kisah kriminal pada umumnya. Dan untuk kepiawainnya tersebut, Natsuo menerima sejumlah penghargaan. Untuk "Out", Natsuo memenangkan penghargaan Grand Prix untuk Fiksi Kriminal di Jepang (1998) serta salah satu penghargaan sastra tertinggi di negeri matahari terbit itu. Out merupakan novel pertama Natsuo Kirino yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lalu berbagai bahasa lain di dunia. Novel ini juga telah diangkat ke layar lebar.
Secara keseluruhan buku ini menarik buatku. Tapi sekedar saran, sebaiknya dibaca kalau lagi happy. Jadi kalaupun terbawa murung tidak kebablasan. Tapi sebetulnya buku ini juga bisa menjadi pengingat: sebaiknya nalar kita selalu terjaga agar tidak terjebak dalam hal negatif yang bisajadi membuat kita tak bisa berpaling, apalagi kembali.
Baca juga: Gemulung, Kisah Kegetiran Hidup
Judul : Out - Bebas
Penulis : Natsuo Kirino
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2007
Tebal : 576 halaman
No comments