Salah satu yang tak boleh ketinggalan saat berkunjung ke suatu wilayah adalah mencicipi sajian kulinernya. Buatku, kuliner bukan sekadar memenuhi kebutuhan biologis, mengenyangkan perut, namun juga memberikan kepuasan batin tersendiri. Terlebih jika mengenal dari dekat budaya setempat yang tercerminkan melalui proses pengolahan makanan, dari mulai bahan makanan bisa mewujud dalam menu yang nikmat. Ditambah dengan catatan sejarah dan filosofinya. Ciamik! Ada tujuh lokasi yang secara khusus diperkenalkan ke aku, tiga lokasi dengan pilihan makan non-pork alias halal dan 4 lokasi menu aneka olahan babi alias nonhalal.
Baca juga: Wisata Kuliner dan Religi di Bali, 2024
Sebelum cerita soal beberapa tempat makan yang sempat kukunjungi, pengin cerita sedikit soal base genep. Aku belum lama kenal konsep bumbu dasar Bali ini. Rupanya aneka masakan khas Bali itu menggunakan bumbu dasar yang sama, yakni base genep ini. Bumbu dasar ini terdiri lengkuang, kencur, jahe, kunyit, serai, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan kemiri yang dicingcang halus.
Tiga Tempat Makan Halal Wajib Kunjung
Warung Mak Beng
Pada 2023 lalu, TasteAtlas merilis 150 restoran paling legendaris di dunia. Dalam daftar itu, Warung Mak Beng ini berada di peringkat ketiga. Peringkat pertama diduduki Figlmüller di Austria, menyusul kemudian Katz's Delicatessen di New York, Amerika Serikat. Apa yang membuatnya berada di posisi itu, mengingat begitu banyak olahan ikan di tanah air. Ya, banyak faktor, sih. Tapi karena penilaian itu berangkat dari survei, ya bisa jadi perihal ketertepaan media massa dan media sosial menjadi faktor penting. Yang jelas begitu melihat ikan tersaji di atas meja, lidah rasanya langsung glek: ikaaaaan!
Warung Mak Beng tak banyak menawarkan menu. Andalannya sup kepala ikan dan ikan goreng. Jenis ikan bergantung ketersediaan. Aku sempat tanya, tapi nggak langsung catat. Alhasil, lupa. Yang jelas namanya tak cukup familier di telingaku. Menu ikan hari itu. Hari yang lain bisa jadi tongkol, kakap, atau tenggiri. Ikan-ikan itu hasil tangkapan nelayan lokal di Sanur atau area pantai lain. Terjamin segar. Dan diolah dengan baik, karena tak menyisakan aroma amis. Enak! Aku menghabiskan 2 potong lebih. Nyam!
Warung Mak Beng ini berdiri sejak 1941. Sebelum terkenal berkat kunjungan turis lokal maupun mancanegara, di masa lalu, warung ini konon menjadi tempat mangkalnya sopir bemo.
Warung Mak Beng
Jl Hang Tuah No. 45 (51), Sanur Kaja
Denpasar Selatan, Kota Denpasar
Warung Tekor
Suasana warung ini menarik. Konon beginilah suasana rumah nenek di Bali tempo dulu. Pemiliknya adalah pasangan yang sudah berumur.
Kubayangkan rumah di Jawa di masa lalu lebih kurang juga seperti yang dimunculkan di Warung Tekor. Dedaunan dibiarkan berserak. Ayam peliharaan bermain leluasa di halaman. Aktivitas menyiapkan aneka bahan dilakukan di tempat terbuka, sehingga pengunjung bisa melihat langsung. Seperti menyiangi sayur, membuat pincuk, memotong kayu untuk perapian, dll.
Menu yang disajikan adalah nasi dengan berbagai lauk, seperti ayam bakar sere lemo, ayam gerang asem, sate lilit, dan pilihan olahan cumi, ayam, dan kambing. Tak ketinggalan sayuran yang diolah menjadi lawar. Kisaran harganya mulai dari Rp25.000. Selain makanan, ada aneka minuman tradisional yang bisa dipesan teh serai, es kuwud, kelapa muda, dan teh jahe.
Aku senang berada di sini. Nanti, aku ingin menuliskannya secara khusus.
Warung Tekor
Kawasan Desa Budaya Kertalangu
Jl. By Pass Ngurah Rai Tohpati No. 28, Kesiman Kertalangu
Denpasar Timur, Kota Denpasar
Bali Timbungan
Konsep ruang Bali Timbungan sama sekali berbeda dengan Warung Tekor. Resto ini berupa gedung, dengan taman mungil di bagian tengahnya.
Berada di resto ini menjadi kali pertama aku mencicipi bebek timbungan. Konon, ini merupakan menu khas Bali yang sudah makin langka. Di masa lalu, menu ini hanya dihidangkan pada ritual-ritual upacara adat Bali. Kata timbungan sendiri dikutip dari naskah kuno Dharma Caruban, tentang salah satu santapan tradisional Bali yang dipersembahkan dalam upacara ritual. Resepnya kaya dengan rempah. Proses memasaknya pun lama, lebih dari 12 jam. Tak heran kalau menu ini menempelkan harga premium. Rumit, tak banyak resto yang menjadikan bebek timbungan sebagai menu mereka.
Sesuai dengan namanya, Bali Timbungan, bebek timbungan menjadi menu andalan. Penyajiannya masih menggunakan cara tradisional, yakni memakai bilah bambu sebagai wadah olahan daging bebek.
Rasanya? Sudah pasti enak. Daging bebeknya lumer, bumbunya meresap sampai ke tulang. Dan aku suka banget sambel matahnya. Bisa makan lawar banyak-banyak juga.
Menu khas Bali lainnya, cukup banyak pilihan.
Selain konsep ruang yang berbeda, harga makanan di Bali Timbungan ini juga beda jauh dengan Warung Tekor. Sebagai gambaran, untuk makan siang kami bertiga dengan masing-masing satu menu makanan dan minuman menghabiskan tak kurang dari Rp600.000. Tetap worth it untuk pilihan menu yang mereka sajikan. Yang jelas, saiyah gak akan pergi ke sini sendirian. Nunggu ditraktir saja, hehe.
Bali Timbungan
Jl. Sunset Road No.88, Kuta
Kabupaten Badung
Baca juga catatan perjalanan Bali yang lain:
- Menjumpai Naga Perak di UC Silver Gold
- Pengalaman Melukat di Tirta Empul
- Menjajal Minuman Beralkohol Khas Bali
Aneka Olahan Non Halal
Berhubung selama di Bandung --apalagi selama di kampung halaman-- aku sangat jarang menemukan olahan babi, salah satu keinginan saat berkunjung ke Bali adalah mencicipi makanan jenis ini. Dalam kunjungan kali ini, ada 4 lokasi yang secara khusus kami datangi untuk aku mencoba merasai nuansa Bali lewat produk kulinernya.
Depot Betty
Dalam perjalanan menuju Bedugul, mampir ke sini. Lokasinya di sisi jalan raya. Konon ada dua gerai, masih di jalan yang sama. Entah persisnya sebelah mananya, kami mengunjungi salah satunya.
Tempatnya cukup nyaman, semi terbuka. Ada area tengah kedai dengan meja kursi berukuran besar, yang pas untuk rombongan dengan jumlah besar. Sedangkan meja-meja panjang diletakkan pada tepian dinding dengan pemandangan langsung ke kebun yang masih rimbun pepohonan.
Pilihan menunya tak cukup banyak. Lupa memotret. Kalau tidak salah hanya antara 3 atau 4 macam. Cocoklah buatku yang sering kebingungan kalau dikasih daftar menu yang panjang. Makanannya bukan yang enak sekali, tapi tidak mengecewakan. Enaklah, karena jatahku ludes tak bersisa.
Dari sisi harga juga tak terlalu mahal, mulai dari 20 ribu. Paling-paling bersiap saja untuk ngantre. Meski saat mampir itu kondisi kedai tak penuh, tapi aku yakin ini kedai tak pernah sepi. Berada di jalur lintasan menuju daerah yang diminati wisatawan, Depot Betty menjadi tempat makan dan istirahat yang direkomendasikan.
Depot Betty
Mekarsari, Baturiti, Kabupaten Tabanan
Masimo
Resto ini berada di wilayah Sanur yang sibuk. Menunya adalah berbagai macam makanan khas Italia. Aku bukan penggemar masakan Italia. Tapi setidaknya aku cukup tahu dan pernah coba beberapa ragamnya di Bandung. Bedanya di sini ada pilihan daging babinya.
Spagetinya berukuran besar, tepat sepanjang piring saji. Terlihat so creamy. Konon enak banget, dengan irisan daging babi di dalamnya. Pun supnya, katanya juga enak.
Sayangnya aku tak bisa mengapresiasinya, nggak ngerti yang enak dan kurang enak itu yang seperti apa. Pengunjungnya ramai, dan sepertinya sehari-hari begitu. Artinya, banyak yang suka. Penggemar masakan Italia tampaknya perlu coba.
Yang aku suka di sini adalah pepohonannya yang dibiarkan tegak di halaman resto. Kebetulan kulihat seekor tupai berlarian, dan sempat makan sepotong cemilan yang kusodorkan. Rasanya bahagia melihat binatang mungil itu aman berada di alam.
Masimo
Jl. Danau Tamblingan No. 228, Sanur
Denpasar Selatan, Kota Denpasar
Samsam Ganas
Ini salah satu warung b-gul hidden gem di Bali. Persisnya di Sangeh. Lokasinya di gang sempit, parkirnya susah. Pengin aman? Parkir kendaraannya agak jauh saja dari warung. Tapi kalau enggan jalan dan berani ambil risiko, ada juga parkir terdekat. Jalannya hanya cukup untuk satu mobil. Jadi siap-siap riweuh kalau harus papasan dengan mobil lain.
Begitu sudah di lokasi, nyaman. Tempat makannya leluasa. Ada beberapa bangunan terbuka dengan meja aneka ukuran. Tinggal pilih. Suasananya mengingatkan pada tempat makan Sate Maranggi di Purwakarta. Tak seluas itu dan bukan di tengah pepohonan juga. Tapi nuansa asrinya agak menyerupai.
Lidahku paling cocok olahan b-gul di sini. Seperti nasi campur pada umumnya di Bali, ada lawar, b-gul, kulit, dan sup daging. Konon di sini pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan b-gul. Nggak lihat? Enggak! Aku paling nggak bisa melihat proses memasak binatang yang masih terlihat penampakan utuhnya.
Harganya terjangkau, mulai dari Rp15.000 hingga Rp25.000. Ambil yang versi 25 ribu saja, tanpa tambahan lain-lain, buatku sudah sangat memuaskan.
Samsam Ganas
Jl. Saliya No. 30, Sangeh
Kec. Abiansemal, Kab. Badung
Warung Ole
Kami mendatangi rumah makan ini pada hari-H pertambahan umurku. Dan katanya, buat yang berulang tahun wajib makan iga panggang. Cocok, deh. Sedap sungguh!
Ini pengalaman pertamaku berhadapan dengan iga babi yang segede gaban. Ternyata dagingnya empuk, langsung terkelupas dari tulangnya begitu diiris pakai garpu. Bumbunya meresap sempurna. Seporsi iga panggang ini Rp139.000. Worth it menurutku, dibandingkan dengan aneka steak daging sapi yang pernah kucoba. Tapi, ya, bisa jadi ini semacam euforia karena aku jarang sekali makan pork.
Ada cukup banyak pilihan menu di Warung Ole, baik makanan khas Bali dan Lombok, juga makanan yang umum kita jumpai di tempat lain, seperti siomay, soto, ayam goreng, dll. Tempat cukup leluasa, bisa bawa rombongan dalam jumlah besar juga.
Warung Ole
Jl. Mahendradatta No. 100, Tegal Harum
Denpasar Barat, Denpasar
Selain olahan babi di atas, sempat coba b-gul Chandra yang konon paling terkenal. Tapi kata lidahku, sih, masih enak Samsam Ganas. Apa karena tak makan di tempat, melalui pesan antar sehingga ada cita rasa yang berkurang? Entah. Sempat coba juga mi babi khas Singkawang lewat layanan pesan antar. Enak, aku suka. Mungkin lain waktu coba mencicipi di tempatnya langsung. Sate, sudah pasti. Dan sejauh ini, sate olahan warung yang berbeda-beda, enak-enak saja.
O iya, di Masimo itu terdapat gerai gelato yang super duper ramai pengunjung. Yang ini gerainya di depan, terpisah dari resto. Must try buat penggemar gelato. Harganya mulai dari Rp20.000 per porsi (2 scopes) baik menggunakan cone maupun cup.
Sementara itu dulu hasil kulineran di Bali bulan lalu. Apakah akan ada cerita kulineran lain nanti, tunggu saja, ya. Selamat menikmati aneka makanan olahan khas Bali.
Baca juga catatan perjalanan di Bali lainnya:
No comments