Pembukaan perhelatan akbar dunia, Olimpiade 2024 mengundang reaksi negatif masyarakat dunia. Utamanya dari kalangan kristiani. Kecaman berhamburan karena menganggap pesta olah raga internasional itu memparodikan the Last Supper, lukisan ikonik seniman era Renaisans, Leonardo da Vinci. Apa sebetulnya makna lukisan tersebut? Betulkah Prancis sebagai penyelenggara olimpiade dengan sengaja mengejek kalangan Kristen melalui tema yang mereka usung? Apa pula Dionysus yang disebut-sebut kemudian?
Baca juga: Menemukan Makna Hidup bersama Viktor E. Frankl
Aku, secara pribadi --yang telah akrab dengan lukisan Last Supper atau Perjamuan Terakhir itu tak pernah memandang lukisan tersebut sebagai benda sakral. Terlebih setelah tak menjadikan agama sebagai salah satu prioritas. Di rumah-rumah orang kristiani sangat jamak memajang lukisan ini. Tapi, ya, semacam hiasan saja. Meski tak tahu menahu muasal lukisan tersebut. Aku pun, baru tahu kisah pembuatan lukisan ini setelah dewasa, setelah kuliah di Bandung.
Leonardo da Vinci dan Karyanya
Leonardo dikenal memiliki tradisi dan teknik artistik yang yang berbeda pada zamannya, unik. Komposisi yang ia ciptakan seolah membawa mata kita pada pengelanaan tiga dimensi. Mona Lisa, lukisan Leonardo yang paling banyak dikenal, meski sebetulnya banyak karyanya yang telah memengaruhi banyak karya perupa berikutnya, bahkan hingga di masa kini.
The Last Supper merupakan lukisan bekennya yang lain. Bedanya, barangkali hanya kalangan akademis yang mengetahui detail lukisan ini. Secara fisik lebih dekat, namun tak semua orang yang memajang lukisan tersebut mengenal siapa pelukisnya dan siapa Leonardo.
The Last Supper atau Perjamuan Terakhir merupakan lukisan pesanan dari bangsawan Milan, Italia, Ludovico Sforza. Sang bangsawan dikenal sebagai seorang yang royal terhadap karya seni, dan pembeli setia karya-karya Leonardo. Lukisan yang awalnya dalam bentuk mural itu dipesan untuk menghiasi biara Dominika di Santa Maria delle Grazie.
Proses mural mulai dilakukan pada 1495 dan tuntas tiga tahun kemudian. Da Vinci menggunakan cat tempera dengan minyak pada dinding gereja. Lewat muralnya, da Vinci menerjemahkan salah satu ayat dalam Injil, yakni Injil Yohanes 13:21. Ayat tersebut menceritakan perihal Yesus yang mengumumkan tentang adanya pengkhianat di antara mereka. Dalam lukisan tersebut terlihat posisi Yesus berada di tengah, diapit oleh 12 muridnya, 6 di sisi kiri, 6 sisi kanan.
Ke-12 murid dikelompokkan berdasarkan ekspresi mereka. Bartolomeus, Yakabus, dan Andreas, adalah tiga orang yang tergabung dalam satu group dan menunjukkan ekpresi terkejut. Yudas Iskariot, Petrus, dan Yohanes berada di grup beirkutnya. Da Vinci mengambarkan Yudas tertutup bayangan, seolah ingin segera menarik diri, keluar dari perjamuan. Penampakan Yudas juga dilengkapi dengan kantong kecil yang menjadi tanda bahwa dialah sang penukar Yesus dengan uang perak. Yudas sendiri dikenal sebagai bendahara dalam kelompok ini.
Di tengah, Yesus menunjukkan kedua tangan yang mengarah ke roti dan cawan yang dianggap sebagai simbol dari tubuh dan darah Kristus. Sisi sebelah Yesus terdapat Tomas, Yakobus, dan Filipus. Tomas di kemudian hari menunjukkan ketidakpercayaannya pada kebangkitan Yesus. Berikutnya ada Matius, Jude Thaddeus, dan Simon. Digambarkan Jude Thaddeus dan Matius menunjukkan gerak tubuh ke arah Simon, berharap mendapatkan penjelasan dari pernyataan Yesus yang baru mereka dengar.
Nama-nama sosok lukisan tersebut baru diketahui pada abad ke-19, pasca ditemukannya manuskrip berisi catatan harian Leonardo da Vinci tentang siapa saja yang berada dalam lukisan tersebut.
Ada hal simbolis yang ditampilkan dalam lukisan tersebut. Seperti simbol segitiga sama sisi yang mewakili trinitas. Atau posisi Yesus yang persis berada di tengah yang menunjukkan siapa yang menjadi sentral dalam lukisan tersebut.
Mengutip laman Leonardidavinci dot net, mural di dinding gereja biara tersebut merupakan ekperimen gagal da Vinci. Penyebabnya adalah karena da Vinci melukis di atas dinding plester kering. Pada umumnya, lukisan dinding tradisional dilakukan di dinding plester basah. Teknik ini diakui membantu proses pembuatan lukisan terihat lebih detail dibandingkan mural pada umumnya. Namun mengakibatkan cat tidak menempel sempurna dan mulai terkelupas pada beberapa dekade setelah lukisan selesai dibuat.
Lukisan mural da Vinci "dipindahkan" ke dalam kanvas pada abad ke-16. Sebanyak tiga salinan lukisan dibuat oleh tiga murid da Vinci. Giampietrino membuat salinan skala penuh, saat ini disimpan di Royal Academy of Arts London. Salinan kedua oleh Andrea Solari yang disimpan di Museum Leonardo da Vinci di Belgia. Yang terakhir, salinan yang dibuat oleh Cesare da Sesto dipajang di Gereja Saint Ambrogio di Swiss.
The Last Supper versi Google Art Culture |
Mural karya da Vinci pun tak lagi 100 persen karya sang maestro. Sekitar satu abad sejak pembuatannya, dilakukan pembongkaran menuju ruang lain yang menghilangkan sisi bawah lukisan, yakni bagian kaki Yesus. Saat terjadi Perang Dunia II, serangan bom besar-besaran di Kota Milan, nyaris membuat sebagian lukisan rusak. Berkat teknologi yang sudah demikian berkembang, lukisan dapat direstorasi tanpa menghilangkan sisi aslinya. Selain itu, dilakukan pembatasan jumlah wisatawan untuk mengurangi risiko kerusakan.
Baca juga:
- Empati dan Seni Berkomunikasi
- Stoikisme dan Upaya Menjalani Hidup yang Lebih Baik
- Mengapa Tak Perlu Membenci
Dionysus dalam Mitologi Yunani
Setelah ungkapan keberatan dan protes terhadap Prancis sebagai negara penyelenggara Olimpiade 2024, muncul pernyataan bahwa yang dimunculkan dalam pesta pembukaan bukanlah parodi The Last Supper, melainkan dewa dalam mitologi Yunani. Namanya Dionysus. Ada yang tahu? Aku sih nggak hafal.
Sosok Dionysus (Dok. Natgeo) |
Dalam mitologi Yunani, Dionysus merupakan simbol pesta. Ia adalah anggur, ekstasi, teater, dan pesta pora. Ia juga dikenal sebagai dewa tumbuh-tumbuhan. Seorang dewa yang sangat dinamis, yang jauh berbeda dengan penggambaran dewa-dewi Yunani pada umumnya. Ia adalah dewa tarian gembira dan pelindung orang gila. Jadi, siapakah sesungguhnya Dionysus ini?
Ada banyak sekali versi terkait muasal Dionysus. Ada yang menyebutkan bahwa adalah anak dari perkawinan Zeus --raja para dewa, dan Semele --seorang putri fana. Semele mengalami nasib tragis seperti halnya banyak perempuan lain yang menjadi kekasih Zeus. Istri Zeus, Hera, yang iri dan curiga memanipulasi Semele. Si putri fana itu pun mendapatkan hukuman dengan mengiriminya petir. Namun ia ingin anak yang sedang dikandung Semele bertahan hidup. Ia lantas menjahit bayi prematur ke pahanya hingga saat kelahirannya.
Versi lain menyebutkan bahwa tokoh kita ini adalah seorang Thracia yang sedang berkeliling dunia. Tibalah ia di Yunani dan memutuskan menetap. Ada sejumlah catatan yang menyebutkan bahwa ia dijuluki “orang asing”. Hal ini yang lantas mengarahkan Dionysus sebagai salah satu bagian dari peradaban tetangga, kemungkinan besar dari bangsa Thracia. Dalam perkembangannya, pemujaan terhadap Dionysus mengakar kuat dalam budaya Yunani kuno, khususnya selama periode klasik dan Helenistik.
Ada cukup banyak versi lain yang unik-unik.
Kultus Dionysian ditandai dengan ritual-ritual yang penuh kegembiraan dan pembebasan. Para penganutnya sering berkumpul untuk berpesta bersama hingga mabuk. Ada pula festival yang didedikasikan untuk Dionysus. Festival yang dinamai Dionysia itu dirayakan di berbagai kota di Yunani, mencakup pesta minum --khususnya anggur-- yang dianggap menginspirasi “kegilaan ilahi”, yang membawa kegembiraan dan meringankan penderitaan seseorang. Festival-festival tersebut mengusung inti dari identifikasi sosok Dionysus sebagai karakter yang menantang norma-norma masyarakat dan merangkul berbagai aspek sifat manusia tanpa hambatan. Sehingga eksplorasi tema-tema tabu dan imajinatif sangat dimungkinkan.
Selain pesta minuman, dalam festival ini terdapat pertunjukan drama yang berisi aneka kisah terkait mitos seputar Dionysus. Pertunjukan ini diklaim sebagai cikal teater drama modern.
Meski demikian, simbolisme Dionysus melampaui segala pesta dan drama. Dia mewujudkan dualitas kehidupan. Perayaan yang mewakili kegembiraan pada satu sisi, dan mewakili aspek sifat manusia yang lebih gelap dan kacau pada sisi lainnya. Hingga berabad-abad kemudian, Dionysus diyakini sebagai sosok dengan banyak segi dan abadi. Bahkan pengaruhnya dianggap telah melampaui batas-batas mitologi Yunani kuno.
Pesta Dionysus by Mythology Vault |
Aku sendiri tak menonton secara langsung pesta pembukaan olimpiade. Hanya menyaksikan foto dan potongan video dari perhelatan akbar dunia tersebut. Sebagian besarnya disertai nuansa geram. Tetap, aku tak tertarik untuk mencari tahu sumber konfliknya. Catatan ini tanpa dibarengi nilai apa pun. Sekadar memenuhi keingintahuan kawan-kawan yang tak tahu persis kisah di balik the Last Supper. Pun aku penasaran dengan kisah Dionysus, karena memang belum pernah mengeja ceritanya.
Sekadar tambahan, terutama bagi yang tak familier dengan lukisan da Vinci tersebut, plesetan lukisan the Last Supper sudah banyak dilakukan. Dalam berbagai versi. Bahkan --kalau sudah nonton film Da Vinci Code, diceritakan tentang bahwa sebetulnya ada Maria Magdalena dalam lukisan tersebut yang dihilangkan. Dan dikisahkan, sang tokoh perempuan merupakan keturunan Yesus dan Maria Magdalena. Nah, bukankah itu serius penyimpangannya?
Kabar terakhir, Vatikan juga unjuk suara. Delapan hari setelah pesta pembukaan, pukul 8 pagi waktu setempat, Vatikan mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebutkan lebih kurang bahwa sebagai sebuah perhelatan akbar tingkat dunia seharusnya dipertimbangkan untuk membuat acara yang tidak memunculkan ketersinggungan berbagai pihak.
Buatku, tetap, mungkin itu bukan pertunjukan yang indah, tapi tak perlu dibawa terlalu jauh. Tentu saja setiap orang bebas dengan pemaknaannya atas pentas akbar tersebut, yang entah apakah masih akan mempertentangkan: itu parodi the Last Supper atau Dionysus, ya?
Baca juga: Mengenal Van Gogh lewat Lust for Life
Aku malah baru tahu ada konflik soal pembukaan Olimpiade. Aku juga belum liat bagaimana bentuknya. Cuma, misal memang dimaksudkan sebagai parodi Dionysus, enggak banyak orang yang akan menangkap maksud yang sama. Apa lagi, jumlah penganut Kristiani lebih banyak sehingga potensi salah paham bisa lebih besar karena cerita tentang Perjamuan Terakhir lebih populer.
ReplyDeleteSaya malah tidak tau kalau ada masalah pembukaan Olimpiade Paris 2024 mengenai lukisan Leonardo da Vinci. Soalnya pas opening, saya memilih tidur saja. Pas cuplikannya juga, banyak menyorot parade kontingan Indonesia.
ReplyDeleteBaru aja kemarin sore smp malam aku nonton Youtube pembukaan Olympiade 2024 yg siaran langsungnya. Gara-gara mau nonton Celine Dion nyanyi.
ReplyDeleteMenurutku kok engga terlihat seperti yg dihebohkan kayak Last Supper itu, framing aja menurutku. Pas ambil fotonya dari depan, jd imajinasinya Last Supper. Lagian bukan meja juga, itu catwalk sih.
Yg di Youtube itu, pengambilan videonya dari berbagai sudut. Apalagi itu settingnya di atas jembatan mana gitu di Paris.
BTW...agak gemes nontonnya. Soalnya sesorean smp malem tuh hujan di sana. Kebayang orang-orang di sana, payungan, parade pake jas hujan. Aku sih sayang sama pianonya, kehujanan...huhuhu...
Olimpiade 2024 ini sepertinya banyak kontroversi ya, termasuk kaum pelangi yang diberi panggung untuk tampil.
ReplyDeleteKalau bahas tentang lukisan perjamuan terakhir, jadi inget kisah Robert Langdon di novelnya The Da Vinci Code. Soalnya di situ apik bahasannya
ReplyDeleteSetuju bangett dengan tulisan Mbak Dhenok, kita sering *menuhankan* benda, seperti sajadah, salib, tasbih dll
ReplyDeletePadahal itu semua kan cuma *perangkat " dalam berdoa
Mirip kita perlu kompor dalam memasak. Masakan harus higienis tapi kompor gak papa kotor juga
Ups analogy nya bener gak? 😀😀
Saya tahu lukisan The Last Supper setelah membaca novel Dan Brown. Dan kemarin nggak nonton pembukaan olimpiade, tahu ada "kisruh" setelah buka medsos.
ReplyDeleteKalau Dionysus, saya baru tahu setelah membaca artikel ini. Jadi serasa belajar sejarah lagi mbak
Aku tadi sempat mau komentar kalau lukisan Da Vinci yang perjamuan bersama 12 muridnya itu muncul di film The Da Vinci Code kan yaa...
ReplyDeleteDan memang seni itu luar biasa sekali. Penerjemahannya bisa luas dan memaknainya juga bisa terlihat dari goresan, warna hingga bayangannya pun bisa menimbulkan makna yang tersirat. Kereen.
Wuiihhh pembahasan yang berat namun tetap keren.
ReplyDeleteBtw saya pernah nonton Davinci Code, tapi lupa ceritanya.
Ternyata banyak hal-hal yang menyimpangnya ya.
Tapi biasanya hal-hal demikian, sengaja diadakan sebagai trik marketing agar mendapatkan lebih banyak perhatian konsumen
Iya sempet rame juga tuh dan denger2 udh di takedown utk video pertunjukan tersebut di official resminya. Tahun ini gelaran olimpiade banyak pro dan kontra dari pihak tuan rumah, semoga ga mengganggu yurnamen olahraga yg berlangsung
ReplyDeletePembahasannya berat tapi banyak ngangguk-ngangguknya.. btw film Davinci Code seru tapi pakai mikir.. memang seni itu sebuah mahakarya dan maknanya hanya pembuat seni itu yg tahu..
ReplyDeleteSelalu ada cerita tentang Leonardo Da Vinci. Berasa nonton filmnya lagi gak sih. Lukisannya itu mengandung banyak cerita sejarah. Takjub
ReplyDelete