Baru-baru ini aku belajar Body Process (BP). Apa itu body process? Nanti kita bahas, ya. Mungkin secara khusus BP tak cukup banyak. Namun ada referensi lain yang bisa dibagikan terkait Access Conciousness sebagai pencetus metode ini. Yang pasti ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dengan membebaskan diri dari persoalan kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, stres, gangguan makan/tidur, Obsessive-Compulsive Disorder (OCD), gangguan emosional akibat trauma, dll. Syukur-syukur jika nantinya bisa memberikan kontribusi bagi orang lain.
Baca juga: Stoikisme dan Upaya Melakoni Hidup Lebih Baik
Kapan hari secara random sedikit ngobrol dengan kenalan di satu media sosial. Membahas soal depresi. Pertanyaanku: dalam kondisi apa seseorang bisa menyebut diri sebagai depression survivor? jawab si kawan: semua yang berhasil bertahan hidup dari depresi boleh menyebut diri survivor, kok. Aku tak ingin memperpanjang dengan mencari tahu soal istilah ini. Hanya mencoba menggarisbawahi --setidaknya dari pengalaman orang yang kutanya baik pengalaman dirinya sendiri maupun orang-orang di sekelilingnya, bahwa setiap orang pernah mengalami depresi. Kadarnya saja yang mungkin berbeda. Pun cara penanganannya.
Mari Kenali Kondisi Kejiwaan Diri
Minggu lalu aku mendapat kunjungan keponakan. Generasi Z. Konon ia sedang mengalami stres yang berdampak pada pengerjaan skripsi yang tak tuntas-tuntas. Atau skripsinya yang membuat ia stres. Itu informasi awalnya. Tak ingin membahas si keponakan secara khusus. Sekadar memberikan gambaran bahwa gangguan kesehatan mental begitu mudah kita temukan di sekitar kita. Bahkan kita sendiri bisa jadi belum terbebas dari permasalahan tersebut.
Mengacu pada istilah yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), kesehatan mental diartikan sebagai kondisi kesejahteraan mental yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi tekanan dalam hidup, mengekspresikan kemampuannya, belajar dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, mereka yang mengalami gangguan mental berpengaruh terhadap kondisi emosi, pikiran, dan perilaku mereka.
Masalah mental bukanlah hal yang remeh-temeh dan bisa dipandang sebelah mata. Terlebih jika gangguan yang lebih serius terjadi secara terus menerus. Selain membuat penderitanya merasa tidak bahagia juga mengakibatkan produktivitas terganggu. Perlu segera dicari solusi agar bisa lebih berdamai dengan diri sendiri dan keadaan, sehingga dimampukan untuk melakoni kehidupan dengan lebih sehat.
Buatku, solusi pertama adalah menyadari dan mengakui jika diri punya masalah dengan mental. Setelahnya, barulah menemukan solusi berikutnya.
Baca juga: Doa, Meditasi, dan Vibrasi Energi
Ada banyak metode yang disarankan untuk mengatasi aneka gangguan mental, mulai dari hal-hal sederhana yang bisa dilakukan sendiri maupun dengan bantuan profesional.
Pertama: jaga kesehatan fisik. Kita mencatat pemeo lama yang menyebutkan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Kesehatan fisik dapat dimulai dari apa yang masuk ke tubuh kita. Pilih makanan dengan gizi seimbang. Hindari konsumsi makanan dan minuman olahan, yang sebagian besarnya sangat royal dengan gula dan natrium yang tak bermanfaat bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Konsumsi alkohon juga sebaiknya dikurangi atau dihindari. Jadwal makan juga disarankan untuk diperhatikan, agar tak mengalami masalah dengan lambung. Stres dan gangguan lambung sering kali berjalan beriringan. Bagi para perokok, perlu dipertimbangkan juga untuk menghentikan kegemarannya tersebut.
Fisik yang terjaga juga dipupuk lewat latihan. Olahraga. Aktivitas fisik ini dapat menghasilkan endorfin, senyawa kimia dalam otak yang punya peran memunculkan rasa gembira, meningkatkan mood, mengurangi stres. Jika dilakukan secara teraktur dapat meningkatkan kualitas tidur. Bagaimanapun tidur yang nyenyak memberikan pengaruh signifikan terhadap keseimbangan kimia di otak, sehingga membantu menjaga kesehatan mental. Olahraga apa yang tepat, bisa didiskusikan dengan dokternya jika sudah memiliki gangguan kesehatan. Atau bisa dibicarakan dengan pelatihnya.
Aku sendiri memulainya dengan berjalan kaki, minimal 5000 langkah sehari. Dan itu sudah sangat membantu.
Kedua: melakukan meditasi dan mngembangkan keterampilan koping
Meditasi merupakan salah satu yang banyak disarankan sebagai solusi mengatasi persoalan gangguan mental seperti stres, cemas, depresi, dan gangguan lainnya. Saat bermeditasi, kita diminta untuk berfokus pada pernapasan. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri, untuk menikmati masa "kini" dan tidak membiarkan pikiran berkelana. Apalagi pikiran-pikiran yang mengganggu dan menjadi pencetus masalah mental.
Sedangkan keterampilan koping adalah kemampuan dalam membuat strategi dalam mengelola emosi, mengubah pola pikir, memanfaatkan atau mengatur waktu dengan tepat, dll. Ketreampilan ini dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan tekanan hidup yang berpotensi memberikan dampak terhadap kesehatan mental.
Belakangan ada metode baru yang mulai banyak dipakai, yakni Metode Sedona atau Sedona Methode. Selain membantu mengatasi aneka gangguan mental, metode ini juga mengarahkan kita untuk mendapatkan apa yang menjadi manifestasi kita dengan law of attraction. Salah satu hal yang --menurutku-- cukup signifikan memunculkan masalah gangguan mental ini adalah ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan. Cukup penting untuk tak sekadar berekspekstasi namun juga melakukan praktik manifestasi.
Ketiga: menyerahkannya kepada profesional. Dalam hal ini bisa berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater jika membutuhkan pengobatan. Atau terapi alternatif yang lainnya, seperti hipnoterapi. Aku sendiri pernah melakukan ketiga-tiganya.
Terapi psikologis penting dilakukan jika kita tak mampu menemukan masalah kita sendiri. Mereka yang profesional di bidang ini memiliki metodologi dalam menggali informasi yang mereka butuhkan. Dengan cara itu mereka akan melakukan identifikasi persoalan dan menentukan strategi dalam menghadapi atau mengatasinya.
Baca juga: Hidup Sehat dengan Reiki
Mengenal Body Process (BP)
Persisnya adalah Access Body Process karena metode ini dikembangkan oleh Access Consciousness. Tetapi untuk memudahkan kita singkat BP saja. Access Consciousness sendiri adalah gerakan New Age pseudoscientific yang didirikan oleh Gary Douglas pada 1995 di Santa Barbara, California.
BP merupakan teknik penyembuhan dengan pendekatan yang unik. Titik berangkatnya adalah tubuh. Tujuannya adalah mengaktifkan kemampuan alami tubuh dalam memulihkan diri sendiri. Karena tubuh kita menyimpan banyak potensi. Selain mampu menyembuhkan dirinya sendiri, tubuh pun dapat kita ajak kerja sama dengan menyampaikan permintaan. Tekniknya adalah dengan menggunakan sentuhan ringan pada tubuh dengan permintaan melepaskan energi yang terjebak. Bukan hanya pada aspek fisik, melainkan juga aspek emosional dan mental. Dengan BP, kita tak hanya merawat dan memelihara tubuh kita, namun juga memberikan ruang kepada tubuh untuk hidup lebih berdaya dan bebas dari batasan.
Sebelum BP, ada metode lain dari Access Consciousness yang lebih dulu dikenal, yakni Access Bars (AB). Ini merupakan salah satu metode yang belakangan banyak dimanfaatkan dalam menangani depresi. Metode terapinya dengan memberikan sentuhan di 32 titik di kepala. Melalui sentuhan itu, tubuh akan melepaskan pikiran, perasaan, dan emosi yang mengganggu. Dengan begitu, terlepaslah trauma, redalah stres, pergilah depresi. Tentu saja tak mudah, terlebih untuk persoalan yang sudah berkarat. Barangkali dibutuhkan proses yang lama dan berulang.
Prinsip yang mendasari teknik, baik pada BP maupun AB sama, yakni meng-unlock segala yang selama ini tersembunyi, terpendam, tertutupi, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak, bahkan hal-hal yang bisa jadi sebetulnya tak dimaui oleh tubuh. Misalnya nilai-nilai tertentu yang ditanamkan oleh keluarga dan lingkungan yang sebetulnya tak sejalan dengan pemikiran kita sendiri.
Baca juga: Apakah Kita Boleh Marah?
Baik praktisi AB maupun BP tidak menyalurkan energi kepada klien. Klien juga tidak perlu menceritakan apa yang menjadi persoalannya. Tubuh klien yang akan memulihkan dirinya sendiri. Para praktisi hanya menjalankan fungsi sebagai mediator, sama sekali tidak ada upaya mempengaruhi klien. Urusan klien sendiri jika tubuhnya memutuskan untuk tidak melepaskan beban dalam dirinya. Praktisi memberikan ruang bagi tubuh untuk membuat pilihan.
Dalam tata laksana terapi dengan metode AB, klien akan diminta untuk berbaring secara rileks. Berikutnya praktisi akan melakukan sentuhan di 32 titik di kepala. Sedangkan pada BP, praktisi hanya meletakkan dua telapak tangan di dua lokasi. Ini untuk BP yang pernah kupelajari. Ada banyak titik lain dengan peruntukannya masing-masing. Durasi terapi bervariasi, kisaran 30-60 menit. Namun bisa jadi lebih cepat jika tubuh memberi isyarat untuk berhenti, dan sebaliknya isyarat untuk lanjut.
Bagaimana efeknya?
Aku pernah menjadi klien AB. Tak lama mendapatkan sentuhan di beberapa titik di kepala, disergap rasa tenang lalu berubah menjadi kantuk. Aku tertidur dalam waktu sekitar setengah jam dan bangun dalam kondisi lebih segar. Sedangkan BP, aku pernah berperan sebagai klien, pernah pula sebagai praktisi. Sebagai klien, rasanya lebih kurang sama dengan efek AB. Sedangkan sebagai praktisi, aku merasakan sensasi yang berbeda. Ada rasa membahagiakan. Barangkali karena sebelumnya dibekali kekhawatiran di benakku dipenuhi pikiran. Ternyata tidak. Bisa menjalankan fungsi praktisi dengan baik.
Seru, tapi masih buanyak sekali yang masih perlu dipelajari. Ada yang tertarik? Boleh kontak saiah kalau berminat, ya, di sini. Baik untuk belajar maupun sebagai klien.
Ini berbagi pengalaman dari sebagai pembelajaranku untuk hidup lebih sehat, dan terbebas dari depresi. Semoga bermanfaat. Namaste.
Baca juga: Memilih Batu Kristal yang Selaras dengan Energi Kita
No comments