Siapa bilang perhiasan hanya milik kaum perempuan? Dalam sejarahnya, laki-laki juga gemar mengenakan perhiasan. Tentunya sesuai dengan peruntukannya pula. Pada setiap masa ada kekhasan, seturut dengan peristiwa budaya. Misalnya, di masa lalu, perhiasan terutama yang dikenakan kaum lelaki bukan sekadar penghias tubuh melainkan lebih memiliki fungsi sebagai senjata, menjadi perangkat "tolak bala". Begitu pun dengan bahan yang dipakai. Di era terdahulu, bahan perhiasan semata diambil dari alam. Perkembangan berikutnya memanfaatkan banyak sumber daya lainnya.
Baca juga: Memilih Batu Kristal yang Selaras dengan Energi Kita
Fungsi Perhiasan dalam Perkembangannya
Indonesia memiliki wilayah yang luas, terpisah-pisah oleh laut, dan masing-masing memiliki tradisinya yang khas. Jadi, bisa dibayangkan jika semua produk budaya tercatat lengkap semua secara detail.
Dari sejumlah referensi yang kudapatkan, setidaknya ada 5 fungsi perhiasan yang pernah berlaku di tanah air.
Simbol status
Simbol status ini masih berlaku di masa kini. Ditandai dengan bahan yang digunakan, misalnya emas, perak, permata, dan batu-batuan atau jenama tertentu. Sebuah jenama bisa mewakili harga dan kelas atau status sosial.
Di masa lalu, simbol status itu mewakili keluarga kerajaan atau keluarga jelata. Kalangan jawara atau rakyat biasa. Kalangan kaya atau golongan miskin.
Contohnya, perhiasan Mamuli dari Sumba biasa digunakan oleh keluarga raja atau pemimpin masyarakat. Kalung Kalububu dari Pulau Nias menandakan pemakainya adalah seorang telah berhasil mengalahkan musuh. Mahkota yang terbuat dari emas dan permata merupakan simbol seorang raja atau sultan.
Baca juga: Wisata Kuliner dan Religi di Bali, 2024
Penolak bala
Apakah perhiasan dengan fungsi ini masih berlaku hingga kini? Masiiiiih! Banyak orang yang mempercayai hal tersebut. Namun, di masa lalu, perhiasan sebagai penolak bala ini direncanakan dengan sungguh-sungguh sebagai bagian dari tradisi.
Di Kalimantan, orang Dayak mengenakan perhiasan kalung yang terbuat dari manik-manik berbahan tulang dan taring binatang yang diharapkan akan menambah kekuatan pemakainya.
Di Lombok, ada kalung berupa untaian beberapa komponen dalam bermacam bentuk, seperti emas, perak, dan batu mulia yang dikemas dalam aneka bentuk binatang. Ornamen lainnya berupa uang kepeng, manik-manik dari batu dan kaca, perak berbentuk lempengan, dan lain-lain. Kalung ini menghindarkan pemakainya dari segala rintangan dan bahaya yang mengancam.
Di Papua, banyak suku di sana menggunakan perhiasan berupa kalung berbahan biji-bijian, kuku dan taring binatang buas.
Di Sulawesi Tengah ada perhiasan Taiganja. Bahannya umumnya perak. Bagi yang berduit, bahannya bisa dari emas. Perhiasan yang bentuknya menyerupai bentuk alat vital perempuan ini berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh jahat.
Sarana pengobatan
Para pencinta batu perhiasan, biasanya meyakini bebatuan itu memiliki energi tertentu yang dapat membantu manusia, di antaranya untuk pengobatan. Misalnya agate atau akik diyakini bisa membantu menurunkan demam. Topas dapat mencengah penyakit dalam akibat luka bakar. Safir biru berfungsi sebagai penolak racun. Giok memabntu atasi masalah pencernaan. Dan sebagainya.
Kepercayaan ini dipupuk sejak masa lalu. Perhiasan terbuat dari material tertentu dengan bentuk khusus yang dianggap memiliki kekuatan. Bisa juga bentuk asli benda yang diyakini memiliki kekuatan gaib seperti kuku atau taring binatang. Selain itu, bebatuan juga merupakan material penting pengobatan.
Aksesori penari
Salah satu fungsi tarian adalah sebagai bagian dari ritual. Saat tampil, para penarinya dilengkapi dengan aneka perhiasan. Kini, tarian tak hanya bagian ritual namun juga pertunjukan. Tentu saja perhiasan sebagai pelengkap akan dibuat semeriah dan semewah mungkin agar tampil maksimal.
Bekal kubur
Ada yang nyaris seragam dalam tradisi berbagai suku di tanah air dalam pemanfaatan bebatuan dan cangkang kerang. Sejak masa prasejarah, perhiasan-perhiasan tersebut dijadikan bekal kubur.
Temuan arkeologis terkait perhiasan sebagai bekal kubur itu dapat ditemukan di antaranya di Kubur Batu Pandusa, Bondowoso, Waruga di Sulawesi Utara, Batu Dolmen di Sumba, Situs Pasir Angin di Bogor, Situs Gilimanuk di pantai Barat Bali.
Baca juga: Menjajal Trans Metro Pasundan
Museum Perhiasan
Apakah kamu tertarik dengan museum khusus perhiasan? Aku, sih, iyes! Hasil pencarian di dunia maya, meski tak banyak, ada beberapa museum yang mengkhususkan diri menampilkan perhiasan.
Museum Perhiasan Runa
Museum ini didirikan dan dikelola oleh Runa Palar bersama sang suami, Adriaan Palar. Pasangan ini mendirikan museum tersebut pada 1976, menjadi museum ini disebut-sebut sebagai museum perhiasan pertama di tanah air. Awalnya adalah kegemaran mereka dalam merancang busana dan membuat perhiasan sendiri, baik dari bahan perak atau emas. Produk Runa yang bisa ditemukan di museum yang berlokasi di Gianyar, Bali ini antara lain kalung, cincin, gelang, bros, giwang, dan lain-lain. Selain perak dan emas, perhiasan dilengkapi dengan batu mulia atau semi mulia.
Museum Naga Sanga Amurwabhumi
Aku pernah mengunjungi museum ini. Lokasinya di Denpasar. Pemiliknya adalah keluarga I Nyoman Eriawan yang juga pemilik jenama UC Silver Gold.
Selain membuat produk yang bisa langsung dibeli oleh pengunjung, UC Silver Gold membangun museum yang direncanakan untuk menampilkan jejak sejarah perhiasan Nusantara. Meski tak selengkap yang direncanakan semula, namun buatku sendiri sangat menarik dan layak kunjung. Ruangan museum diwarnai bongkahan batu alam dan piranti dari kayu yang sudah berumur. Yang monumental tentunya patung naga yang terbuat dari 720 kilogram perak murni 925 sterling, dengan panjang 20 meter, lebar 1,35 meter, dan tinggi 1,8 meter. Sang Naga ini dikerjakan dalam kurun 5 tahun.
Selain untuk beli perhiasan emas, di UC Silver Gold ini juga dilengkapi dengan workshop yang menampilkan cara membuat perhiasannya.
Baca juga: Melihat dari Dekat Naga Sanga Amurwabhumi
Cukup dua ini saja yang kutemukan. Barangkali ada yang punya referensi terkait museum perhiasan, boleh berbagi informasinya, ya.
Museum-museum umum juga memiliki koleksi perhiasan meski tak banyak. Biasanya ada spot khusus untuk memajang perhiasan lengkap dengan catatan sejarahnya. Baik perhiasan asli yang datang dari masanya maupun sekadar replika. Pada momentum tertentu akan digelar pameran khusus dengan tema perhiasan nusantara. Ini seperti yang kutemukan dalam salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh Museum Adityawarman, Padang, yang pada Oktober 2022 lalu menggelar pameran perhiasan yang menampilkan secara khusus sebanyak 90 koleksi, yakni 75 koleksi emas dan perak milik Museum Adityawarman, sisanya adalah koleksi milik Museum Kotagede Yogyakarta.
Lalu, bagaimana kelanjutan museum perhiasan yang sedianya akan dibangun di IKN? Entahlah, aku tak mendapatkan informasi perkembangannya. Padahal bisa jadi banyak yang ingin mengunjungi museum khusus perhiasan ini, atau sekadar jalan-jalan di kawasan IKN. Namun, mau di IKN atau di lokasi lain, sepertinya menyenangkan sekali memiliki museum khusus perhiasan Nusantara.
Baca juga: Mengenal Tempat Pemujaan Umat Hindu
No comments